ERA.id - Polda Sumatera Utara (Sumut) merilis hasil pengungkapan tindak pidana pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal yang berlangsung di Mapolda Sumut, Senin (22/8/2022).
Dari hasil pengungkapan itu, petugas gabungan mencatat sebanyak 212 PMI ilegal berhasil diamankan. Mereka sebelumnya digagalkan berangkat ke Kamboja saat hendak terbang melalui Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, pada Jumat (12/8/2022) malam.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia, Yudha Nugraha mengatakan penggagalan ratusan PMI ilegal itu merupakan salah satu bentuk negara hadir dalam memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia (WNI).
"Hari ini adalah bukti bahwa negara hadir untuk melakukan deteksi dini yang berpotensi akan menjadi korban-korban WNI lainnya yang ada di Kamboja. Mereka bisa mendapatkan penyekapan, kemudian mengalami eksploitasi kerja dan juga berbagai macam ancaman," kata Yudha kepada awak media.
Menurutnya salah satu langkah upaya perlindungan WNI dengan pencegahan dini bisa terwujud atas kerja sama sejumlah pihak terkait termasuk masyarakat. Dia meminta agar masyarakat tidak tergiur dengan perekrutan kerja secara online dengan iming-iming gaji besar tanpa kualifikasi.
"Kalau ingin bekerja itu hak semua warga negara tapi lakukanlah dengan cara dan jangan memaksakan diri. Laporan pengaduan yang masuk ke Kemenlu dan KBRI Phnom Penh mereka mengalami penyekapan, ancaman fisik," tegasnya.
Selain itu, Yudha membeberkan bahwa sejak kurun dua tahun terakhir jumlah korban penipuan PMI ke Kamboja terus meningkat. Pada tahun 2021 pihaknya mencatat sebanyak 119 kasus. Kemudian pada periode Januari-Agustus 2022 jumlah kasus meningkat sebanyak 446 kasus.
"Kami sampaikan tingkat kasus pemberangkatan pekerja migran secara ilegal tidak prosedural ke Kamboja sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan," jelasnya.
Yudha mengaku pihaknya bersama KBRI Phonm Penh telah melakukan upaya langkah luar biasa untuk melakukan penanganan diantaranya diplomasi, perlindungan, penegakan hukum, dan sosialisasi.
Langkah diplomatik ditempuh Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dengan pemerintah Kamboja, untuk menyelematkan para PMI yang disekap dan dieksploitasi di Kamboja.
"Saat ini ibu Menteri luar Negeri kita sudah melakukan diplomatik tingkat tinggi bertemu dengan Menteri Kamboja dan juga Kepala Kepolisian Kamboja. Alhamdulilah kita akan segera pulangkan masyarakat yang saat ini masih berada di Kamboja," sebutnya.
Kendati, meski beberapa diantaranya PMI tersebut telah berhasil dipulangkan, Yudha mengatakan pihaknya kembali menemukan beberapa WNI kembali ke Kamboja.
"Kami mencatat dari 15 kasus yang ditangani oleh KBRI Phnom Penh terkait korban penipuan PMI yang bekerja di Online Scam setelah 15 nya kita pulangkan, 11 diantaranya kembali lagi," ungkapnya.
Dia meminta agar masyarakat lebih waspada melihat spesifikasi perekrutan kerja ke luar negeri. Diantaranya gaji, kualifikasi, dan visa.
"Meminta masyarakat kita berhati-hati dengan modus penipuan pekerjaan secara ilegal ke luar negeri. Biasanya dilakukan di sosial media memberikan gaji yang tinggi namun tidak meminta kualifikasi, kemudian berangkat tidak menggunakan visa bekerja tapi menggunakan bebas visa atau visa kunjungan. Ini sudah menjadi tanda-tanda modus penipuan," tukasnya.
Sementara itu, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menegaskan bahwa Kamboja bukan merupakan negara penempatan kerja dari Indonesia.
Direktur Perlindungan dan Pemberdayaan Kawasan Asia Afrika BP2MI Brigjend Pol Suyanto mengatakan adapun negara-negara yang berstatus sebagai pengirim pekerja migran yakini Kamboja, Myanmar, Vietnam Thailand Philipina dan Indonesia.
"Untuk Kamboja ini bukan negara penempatan, namun kita sama-sama negara pengirim," tambahnya.
Selain itu, untuk sistem perekrutan PMI yang sah, Suyanto menyebut beberapa syarat seperti dokumen pribadi, dokumen imigrasi, visa kerja, perjanjian penempatan dan perjanjian kerja.
Suyanto menambahkan bahwa PMI yang bisa bekerja ke luar negeri harus lebih dulu menjalani sertifikasi.
Sedangkan untuk perekrutan ilegal, Suyanto menjelaskan bahwa calon PMI biasanya diiming-imingi gaji besar, tidak adanya perjanjian kerja, tidak adanya jaminan sosial.
"Pekerjaan mereka tidak terukur bahkan melebihi jam kerja. Di sana dia bekerja harus ditarget, risikonya mereka tidak terlindungi. Bisa jadi penyiksaan fisik maupun psikis kalau tidak memenuhi target ataupun melarikan diri dan bisa diperjualbelikan agen ke agen," pungkasnya.