ERA.id - Hasil voting tertutup Komisi III DPR RI menetapkan Johanis Tanak sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan 2019-2023. Dia menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri pada Juli 2022 lalu.
Dari 53 anggota Komisi III DPR RI, sebanyak 38 suara berhasil dikantongi Johanis. Sementara saingannya yaitu I Nyoman Wara hanya memperoleh 14 suara. Sedangkan satu suara tidak sah.
"Izinkanlah pimpinan menyimpulkan berdasarkan hasil dari perolehan suara, seleksi calon pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023 sebagai berikut, atas nama Johanis Tanak, terpilih menjadi calon pimpinan KPK masa jabat 2019-2023. Apakah bisa disetujui?" tanya Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022).
"Setuju," jawab anggota Komisi III DPR RI yang hadir.
Lalu siapakah Johanis Tanak yang dipilih Parlemen mengisi kekosongan satu kursi pimpinan KPK?
Dihimpun dari berbagai informasi, Johanis pernah mengeyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada tahun 1983. Setelah itu, dia mengambil gelar Doktor Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Airlangga pada tahun 2019.
Sepak terjang karirnya di bidang hukum terbilang cemerlang. Pada 2014, dia pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakejati) Riau. Lalu di tahun 2016 menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah.
Saat ini, Johanis memegang jabatan sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Johanis pernah mengikuti seleksi pimpinan KPK pada 2019 hingga tahap uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Komisi III DPR RI. Namun di tahap akhir itu dia gagal.
Johanis pernah menceritakan pengalamanya sepanjang berkarir sebagai jaksa. Dia mengaku pernah mengalami intervesi dari Jaksa Agung HM Prasetyo.
Ketika itu, ia menjabat sebagai Kejati Sulawesi Tengah sedang menangani perkara korupsi mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayor Jenderal (Purn) Bandjela Paliudju.
Kepada Johanis, HM Prasetyo menanyakan apakah mengenal Bandjela Paliudju. Saat itu, dia menjawab lugas bahwa mengenal nama kepala daerah itu lantaran terlibat kasus korupsi.
Namun, HM Prasetyo mengatakan bahwa Bandjela merupakan Ketua Dewan Penasehat Partai NasDem Sulawesi Tengah. Saat itu Johanis mengaku siap menerima arahan dari Jaksa Agung.
"Saya tinggal minta petunjuk saja ke bapak, saya katakan siap, bapak perintahkan saya hentikan, saya hentikan. Bapak perintahkan tidak ditahan, saya tidak tahan, karena bapak pimpinan tertinggi di Kejaksaan yang melaksanakan tugas-tugas Kejaksaan, kami hanya pelaksanaan," kata Johanis di hadapan pansel capim KPK, Rabu (28/8/2019).
Meski begitu, Johanis meyakinkan HM Prasetyo untuk terus mengusut kasus dugaan korupsi tersebut. Dia menilai hal itu bisa merdampak positif.
Sebab, sejak dilantik sebagai Jaksa Agung, HM Prasetyo kerap dikritik karena memiliki latar belakang sebagai politikus Partai NasDem.
"Tapi ketika itu saya sampaikan, ketika bapak diangkat dan dilantik Jaksa Agung, bapak ini tidak layak menurut media, tidak layak jadi Jaksa Agung karena bapak diangkat, diusung dari golongan parpol bapak, yaitu NasDem dan yang sekarang proses ini NasDem, mungkin ini momen yang tepat untuk bapak buktikan karena ini dari golongan partai politik," kata Johanis.