Soal Perppu Ciptaker, Kelompok Buruh Antara Setuju dan Menolak

| 02 Jan 2023 09:03
Soal Perppu Ciptaker, Kelompok Buruh Antara Setuju dan Menolak
ILUSTRASI ratusan buruh. (Ilham/ERA).

ERA.id - Partai Buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan organisasi serikat buruh,  memiliki dua sikap berbeda terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, kelompok buruh setuju dengan langkah pemerintah menerbitkan Perppu, ketimbang harus dibahas kembali di DPR RI.

"Partai Buruh, KSPI, serta organisasi serikat buruh lebih memilih pola Perppu ketimbang omnibus law UU Cipta Kerja dibahas di Pansus atau Baleg DPR RI terhadap omnibus law UU Cipta Kerja," ujar Said dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (2/1/2023).

Berkaca dari pembahasan UU Ciptaker di DPR RI, kelompok buruh mengaku cukup kecewa dan memilih tak lagi percaya terhadap kinerja parlemen dalam membuat produk perundang-undangan.

Said mengatakan, selama proses pembahasan UU Ciptaker, DPR RI dinilai telah banyak membohongi buruh, petani, nelayan, dan kelas pekerja. "Maka pembahasan ulang UU Cipta Kerja ini kami menolak atau tidak setuju terhadap dilakukan di DPR RI," tegasnya.

Meski begitu, Presiden KSPI itu juga menegaskan bahwa kelompok buruh menolak isi Perppu Ciptaker.

Said mengatakan, isi Perppu Ciptaker tidak berbeda dengan UU Ciptaker yang sempat diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perppu Nomor 2 tahun 2022 yang beredar di media sosial, dan kami sudah menyandingkan dengan UU Cipta Kerja serta UU Nomor 13 Tahun 2003, maka sikap kami menolak," ucapnya.

Menurutnya, isi Perppu Ciptaker tetap tidak mengakomodasi tuntutan buruh. Hal ini menandakan pemerintah tidak serius berpihak kepada kelas pekerja.

Terdapat sembilan poin ketentuan yang seharusnya diubah oleh pemerinah saat menerbitkan Perppu Ciptaker.

Misalnya ketentuan terkait upah minimum yang menggunakan variabel inflansi, pertubuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

"Ini yang ditolak buruh. Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum," tegas Said.

Selain itu, kelompok buruh juga mengkritik ketentuan terkait pekerja alih daya atau outsourcing.

Menurutnya, dari salinan Perppu Ciptaker yang diperolehnya, disebutkan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis. Hal ini nantinya diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

Aturan tersebut dinilai semakin membawa ketidakjelasan bagi nasib buruh. Karena itu, kelompok buruh menuntut agar ketentuan terkait outsourcing harus kembali ke UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan batasan yang jelas.

"Akan diatur dalam perturan pemerintah, mana yang boleh mana yang tidak. Makin tidak jelas. Karena semakin menegaskan semua pekerjaan bisa di outsourcing. Ukurannya apa jika diserahkan kepada peraturan pemerintah? Bisa seenak-enaknya dong?" ucap Said.

Sebelumnya, Perppu Ciptaker resmi diterbitkan pada 30 Desember 2022. Presiden Jokowi diklaim sudah berkomunikasi dengan Ketua DPR RI Puan Maharani terkait penerbitan Perppu tersebut.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, alasan pemerintah menerbitkan Perppu Ciptaker atas dasar kebutuhan yang mendesak untuk mengantisipasi ketidakpastian dan krisis global yang terjadi belakangan ini.

"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global," ucap Airlangga dalam konferensi pers di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (30/12).

Krisis global berdampak pada perekonomian dunia. Sejumlah negara mengalami inflasi, dan beberapa negara berkembang sudah menjadi pasien IMF. "Kondisi krisis ini sangat nyata untuk emerging developing country," katanya.

Rekomendasi