Guru Besar Psikologi UI: Pesta Demokrasi Tak Pernah Lepas dari Politik Identitas

| 14 Feb 2023 15:12
Guru Besar Psikologi UI: Pesta Demokrasi Tak Pernah Lepas dari Politik Identitas
Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia Prof. Hamdi Muluk.

ERA.id - Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia Prof. Hamdi Muluk mengingatkan para pihak yang terlibat dalam kontestasi politik pada Pemilu 2024, agar tidak memanfaatkan narasi politik identitas, terutama yang berlatar agama untuk meraih kemenangan.

"Kita semua tentu ingin kontestasi Pemilu 2024 sebagai kontestasi adu gagasan, rasional, dan tidak usah membawa-bawa agama karena agama bagusnya membawa orang pada puncak kesadaran bahwa dia adalah makhluk Tuhan dan dia akan menjadi lebih baik, bukan membawa konflik secara politik," kata Hamdi, Selasa (14/2/2023).

Meski pesta demokrasi tidak pernah bisa lepas dari politik identitas, iklim demokrasi yang sehat jauh dari narasi ujaran kebencian, hoaks, adu domba, dan politisasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), tetap harus diwujudkan dan dijunjung tinggi oleh seluruh unsur negara.

Berkenaan dengan hal itu, Hamdi meminta setiap pihak yang hendak berkontestasi dalam pemilu diharuskan memiliki kecakapan politik. "Artinya, punya kepemimpinan, mengerti isu-isu publik, bisa mengatur manajemen pemerintahan, dan sebagainya, seperti sesuatu yang rasional,” ujarnya.

Sejauh ini, menurut Hamdi, para politisi atau aktor-aktor yang berkepentingan dalam politik, masih sering memobilisasi sentimen yang disebut politik identitas.

Ia juga menilai fenomena kontestasi politik di Indonesia kerap diwarnai nuansa permusuhan dan kebencian, sehingga semakin memperkeruh dan menjadikan suasana demokrasi selayaknya "peperangan".

Oleh karena itu, Hamdi menilai masyarakat harus memiliki pendidikan politik yang cukup. "Tidak banyak masyarakat yang bisa menilai calon kontestan politik, baik partai maupun perorangan dengan memakai kriteria-kriteria yang rasional, seperti baik rekam jejak, program, visi misi politik, program politik, dan sebagainya," katanya.

Hal tersebut memicu terciptanya radikalisasi di tengah masyarakat, apalagi jika kepentingan politik dibumbui dengan narasi keagamaan yang keliru.

Selanjutnya, Hamdi meminta seluruh masyarakat Indonesia untuk membangun cara pandang baru dalam memaknai kontestasi politik agar tidak mudah terhasut atau menjadi pelaku pemecah belah persatuan bangsa yang memanfaatkan narasi politik.

"Kita harus mengimbau para elit-elit (politik), kalau di sosial media terutama influencer-influencer untuk tidak menciptakan narasi politik identitas seperti itu. Kedua, kita harus bisa memberikan imbauan kepada masyarakat bahwa itu pembodohan," ujarnya.

Berikutnya, Hamdi menyarankan masyarakat agar berpikir lebih kritis, seperti mengecek fakta dari setiap informasi yang diterima dan tidak mudah memercayai informasi yang belum tentu kebenarannya, apalagi jika disangkutkan dengan agama.

Ia juga mendorong pemerintah agar berupaya menekan maraknya praktik politik identitas menjelang Pemilu 2024 guna menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

"Kita sudah punya instrumen hukum tentang ujaran kebencian, lalu pendidikan politik dan literasi media untuk masyarakat. Tentunya, mereka harus diajarkan bagaimana bermedia sosial yang positif," jelasnya.

Rekomendasi