ERA.id - Pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dinilai membawa penugasan Presiden Joko Widodo seputar capres dan cawapres. Kerenggangan Jokowi - Paloh kian parah.
"Pintu komunikasi politik Surya Paloh secara langsung kepada Presiden Jokowi tampaknya kian sempit. Keberadaan Luhut dalam pertemuan tersebut juga bisa kita baca sebagai representasi dari orang dekat Presiden Jokowi," kata Nyarwi Ahmad, dosen komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Minggu (7/5/2023).
Ia menjelaskan, Luhut diketahui sudah lama menjadi orang dekat dan kepercayaan Jokowi. Untuk itu, agenda Luhut ketika bertemu Surya Paloh diperkirakan tidak lepas dari agenda besar Jokowi.
"Bukan tidak mungkin, Luhut mengemban misi atau mendapatkan penugasan dari Presiden Jokowi. Paling tidak menyampaikan pesan-pesan dari Presiden Jokowi kepada Surya Paloh," kata Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) ini.
Pertemuan tersebut memang bisa saja dibaca sebagai pertemuan dua sahabat lama, yang sama-sama sudah lama berkiprah dalam panggung politik dan kepartaian di Indonesia.
Luhut adalah elit Golkar dan Surya Paloh dulu juga berkiprah di Golkar sebelum menjadi Ketum Nasdem, penyokong Jokowi sejak 2014 yang belakangan membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan bersama Demokrat dan PKS, yang berseberangan dengan pemerintah.
Namun sejak Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres awal Oktober 2023 lalu, kehangatan dan keakraban relasi Surya Paloh dengan Presiden Jokowi tampak makin memudar. Untuk itulah, diberlukan sosok Luhut yang dapat menjembatani dan sebelumnya juga telah menemui Paloh saat berada di luar negeri.
Untuk itu, pertemuan Luhut - Paloh bakal dapat mewarnai bursa cawapres yang potensial mendampingi para bakal capres tersebut. Pertemuan tersebut juga mengindikasikan baik Luhut maupun Surya sama-sama punya agenda politik dan kebangsaan jelang Pilpres 2024 mendatang.
"Keduanya memiliki tawaran-tawaran agenda yang hendak dibicarakan dan negoisasikan. Baik menyangkut politik kebangsaan maupun politik elektoral, misalnya, soal siapa saja yang potensial menjadi sosok capres dan cawapres," paparnya.
Namun, menurut Nyarwi, pertemuan tersebut dinilai belum akan mengerucutkan bursa pasangan koalisi parpol ataupun pasangan capres-cawapres. Dinamika elit dan elektoral akan terus terjadi dan masih tercipta opsi-opsi yang terbuka.
"Ketua-ketua umum parpol, terutama di Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar, PAN, PPP) dan Kebangkitan Indonesia Raya (Gerindra dan PKB) akan menjadi faktor penting yang menentukan, baik format pasangan koalisi parpol maupun pasangan capres-cawapresnya," ujarnya.