ERA.id - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana membocorkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) bakal mengabulkan gugatan terkait sistem pemilihan umum (pemilu) menjadi proporsional tertutup.
Menanggapi hal tersebut, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik memilih bungkam. Dia menegaskan, pihaknya tak bisa memberikan komentar sebelum MK membacakan putusan, sehingga tidak menimbulkan spekulasi.
"Saya belum bisa merespon isu-isu politik yang bersifat spekulatif," kata Idham kepada wartawan, dikutip Senin (29/5/2023).
"Kita sebagai warga negara yang baik yang memiliki kesadaran dan kepatuhan hukum, mari kita tunggu MK RI bacakan Putusan atas perkara judicial review (JR) dengan nomor 114/PUU-XX/2022. JR tersebut berkenaan dengan Pasal 168 ayat 2 UU No. 7 Tahun 2017, sistem proporsional daftar terbuka dalam pemilu legislatif," paparnya.
Dia menambahkan, selama MK belum membacakan putusan atas gugatan tersebut maka KPU akan terus menjalankan tahapan pemilu 2024 sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Menurutnya, hal itu merupakan prinsip dari penyelenggaraan Pemilu adalah berkepastian hukum, sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 huruf d UU Nomor 7 Tahun 2017.
"Atas dasar prinsip berkepastian hukum, KPU akan menjalankan hukum positif pemilu atau norma-norma yang ada dalam UU Pemilu yang masih efektif berlaku," kata Idham.
Sebagai informasi, dalam unggah Denny Indrayana di akun Instagram pribadinya, @dennyindrayana99, mantan wamenkumham itu mengukapkan bahwa MK bakal mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup atau pilih partai.
Dia bahkan membocorkan komposisi berapa jumlah hakim konstitusi yang setuju dan yang menyatakan dissenting opinion.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan enam berbanding tiga dissenting," kata Denny dikutip pada Senin (29/5/2023).
Dia mengaku mendapatkan informasi itu dari sumber terpercaya. Namun membantah bocoran itu berasal dari salah satu hakim konstitusi.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucapnya.
Menurutnya, jika MK mengabulkan gugatan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup maka Indonesia kembali ke era Orde Baru yang otoriter dan koruptif.
Dia lantas menyinggung sejumlah tanda-tanda Indonesia kembali ke era Orde Baru. Diantaranya yaitu pemerintah saat ini telah menguasai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan memberikan perpanjangan masa jabatan selama satu tahun.
Kemudian tukar guling kasus korupsi dengan mengusai partai politik oposisi, hingga penjegalan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"KPK dikuasai, pimpinan cenderulng bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan satu tahun. PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko atas Partai Demokrat, diduga ditukargulingkan dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA," kata Denny.
"Jika Demokrat berhasil "dicopet", istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal. Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan," ucapnya.
Sebagai informasi, di tengah tahapan Pemilu 2024, sejumlah orang mengajukan gugatan atas UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi.
Delapan fraksi di DPR RI sepakat sistem pemilu mendatang tetap menggunakan proporsional terbuka.
Sementara PDI Perjuangan bersikukuh menginginkan proporsional tertutup.