Alasan Pemerintah Kurang Sepakat Putusan MK soal Masa Jabatan Pimpinan KPK: Terasa Inkonsisten

| 09 Jun 2023 20:15
Alasan Pemerintah Kurang Sepakat Putusan MK soal Masa Jabatan Pimpinan KPK: Terasa Inkonsisten
Mahfud MD (Antara)

ERA.id - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah kurang sependapat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal perubahan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat tahun menjadi lima tahun.

Salah satunya, menilai MK inkonsisten dalam mengeluarkan putusan. Pemerintah sebenarnya menginginkan supaya putusan itu berlaku ke depan.

"Terasa inkonsisten," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (9/6/2023).

Dia lantas mencontohkan soal polemik usia pimpinan KPK Nurul Ghufron yang saat itu dianggap tak sesuai dengan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Berdasarkan revisi UU KPK, batas usia pimpinan lembaga antirasuah adalah 50 tahun. Sementara saat terpilih sebagai salah satu pimpinan, Nurul Ghufron belum berusia 50 tahun. Namun oleh MK diputuskan bahwa revisi UU KPK tidak berlaku surut.

"Ya misalnya dulu, ini kan (pimpinan KPK) dianggat berdasarkan UU lama yang empat tahun. Kok tiba-tiba diubah sekarang? Ya kenapa tidak boleh berlaku ke depan," ujar Mahfud.

"Misalnya dulu, Ghufron tidak memenuhi syarat menurut UU baru, maka diberlakukan yang lama," imbuhnya.

Lebih lanjut, Mahfud mengaku sudah bertemu dengan para hakim MK untuk menanyakan kepastikan atas putusan masa jabatan pimpinan KPK. Seluruhnya menyatakan bahwa putusan berlaku mulai periode saat ini.

Pemerintah juga sudah mempertimbangkan perdebatan di kalangan elemen masyarakat. Namun memutuskan akan tetap mematuhi putusan MK.

"Dalam beberapa hal pemerintah kurang sependapat dengan putusan MK, tapi yang lebih prinsip di atas kesepatan itu adalah pemerintah harus tunduk pada ketentuan konstitusi bahwa keputusan MK itu final dan mengikat," kata Mahfud.

Mantan Ketua MK itu menegaskan, Indonesia adalah negara hukum. Sehingga siapapun harus mematuhi putusan hukum, termasuk pemerintah.

"Kan tidak bisa kita mengatakan tidak pada putusan MK. Lalu dasar hukum apa yang mau kita pakai kalau MK sudah putukan itu, kita tidak taat. Kan ini negara hukum, jadi kita ikuti," ucapnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 25 Mei. Keputusan ini dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam Sidang Pengucapan Ketetapan dan Putusan.

Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan, putusan tersebut mulai berlaku di era kepempinan Ketua KPK Firli Bahuri. Seharusnya, Firli dkk mengakhiri masa jabatannya pada tahun ini.

"Pimpinan KPK yang saat ini menjabat dengan masa jabatan 4 tahun dan akan berakhir pada Desember 2023 diperpanjang masa jabatannya selama satu tahun ke depan hingga genap menjadi lima tahun masa jabatannya sesyai dengan putusan MK ini," kata Fajar kepada wartawan, Jumat (26/5).

Putusan tersebut menimbulkan kontroversi. Sejumlah pihak termasuk DPR RI tak sepakat apabila putusan itu berlaku surut. Melainkan mulai berlaku setelah periode kepemimpinan saat ini berakhir.

Rekomendasi