ERA.id - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan pertemuan Demokrat dan Partai Gerindra merupakan langkah bagus. Meski tetap membuka peluang dengan semua partai, Demokrat tetap serius berada di Koalisi Perubahan dan Perbaikan.
Hal itu disampaikan AHY usai menjadi narasumber dalam Fisipol Leadership Forum bertajuk "Mampukah Kita Selamatkan Demokrasi di Indonesia", di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (20/7/2023).
"Pertemuan ini merupakan sesuatu yang bagus. Dengan membuka komunikasi antar partai, banyak solusi yang bisa dibicarakan," ujarnya.
Tepat dengan kehadiran AHY di UGM, Sekjen dan jajaran petinggi Demokrat bertemu dengan jajaran Partai Gerindra di Jakarta.
"Walaupun beda pilihan, kita tetap terbuka. Partai Demokrat membuka diri dengan partai lain. Niat pertemuan ini juga sudah cukup lama," ujarnya.
AHY juga menyatakan Demokrat tak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan partai lain, termasuk Gerindra yang ditemui siang ini. "Semua serba mungkin. Politik itu seni kemungkinan," ujarnya.
Dalam pilpres 2024, Demokrat telah membentuk Koalisi Perubahan dan Perbaikan bersama Nasdem dan PKS. Koalisi ini mengusung bakal calon presien Anies Baswedan. AHY disebut-sebut jadi kandidat kuat cawapres Anies.
Sementara Gerindra telah membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dengan PKB yang menyorongkan Ketum Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal capres.
Namun, kendati membuka diri dengan partai lain, AHY menegaskan tetap serius dengan Koalisi Perubahan yang mencapreskan Anies. Ia pun tak memasalahkan belum diumumkannnya cawapres Anies.
Sebab 3 partai telah meneken kesepakatan untuk mempercayakan soal cawapres pada Anies. "Kami sepenuhnya mempercayakan pada Mas Anies. Cawapres akan diumumkan di waktu yang tepat, di momen tepat," katanya.
Di forum UGM, selama lebih dari 2 jam, AHY presentasi dan melayangkan kritik ke pemerintah.
Menurutnya, secara kuantitatif Indonesia telah menerapkan demokrasi dengan baik. Antara lain mampu menggelar pemilu secara rutin, bahkan partisipasi pemilih relatif tinggi yakni mencapai 81 persen.
Namun secara kualitatif, demokrasi Indonesia mengalami kemandegan atau stagnasi, bahkan mengalami regresi atau kemunduran.
Ia mencontohkan praktik-praktik buruk dalam demokrasi saat ini seperti politik uang dan politik identitas atau labeling.
"Juga memberi jalan satu orang atau satu koalisi. Sekarang ini juga ada benturan antar identitas. Kelompok masyarakat tertentu dilabeli radikal. Ada labeling nasionalis melawan agama. Ini bahaya, harus kita cegah," ujarnya.
AHY juga menyebut upaya pembegalan Demokrat oleh Moeldoko, Kepala Kantor Staf Presiden. "Revolusi mental sulit diwujudkan dan berhenti di jargon. Dalam penegakan hukum, konco dilindungi, lawan politik dan oposisi dihabisi," ujarnya.