Wakil Ketua KPK Beda Sikap Soal Kasus TNI Jadi Tersangka, Alexander Marwata: Itu Kekhilafan Pimpinan

| 30 Jul 2023 06:30
Wakil Ketua KPK Beda Sikap Soal Kasus TNI Jadi Tersangka, Alexander Marwata: Itu Kekhilafan Pimpinan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Antara)

ERA.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan, kasus dugaan korupsi berupa suap yang menyeret Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin), bukan kesalahkan penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut yang bertugas saat operasi tangkap tangan (OTT).

Dia menekankan, kalau ada kekhilafan maka hal itu berasal dari pimpinan.

"Saya tidak menyalahkan penyelidik, penyidik maupun Jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," kata Alexander dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/7/2023).

Alexander kemudian menjelaskan sejak awal sudah ditemukan bukti kuat perbuatan yang dilakukan lima tersangka. Bahkan, dalam gelar perkara yang dihadiri pimpinan hingga penyidik dari KPK maupun Puspom TNI tak ada yang keberatan dengan ditetapkannya Henri dan Afri sebagai tersangka.

Hanya saja, saat itu KPK menerbitkan tiga surat perintah penyidikan (sprindik) bagi tersangka dari pihak swasta. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

"Untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI. Oleh karena itu KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku," tegasnya.

Dasar penetapan sprindik itu juga dinilai sudah jelas. "Secara substansi atau materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka," ujar Alexander.

"Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," sambungnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang berujung polemik. Saat itu, dia menyebut terjadi kekhilafan karena Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Afri B. C. ditetapkan sebagai tersangka tanpa mengikuti aturan militer.

Secara lugas, dia menyebut tim penyelidik khilaf dalam menangani perkara tersebut.

Hal ini disampaikan usai melakukan pertemuan dengan jajaran Puspom TNI di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (28/7/2023).

"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya mana kala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani. Bukan KPK," kata Johanis.

Sebagai informasi, Henri ditetapkan sebagai tersangka sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cilangkap, Jakarta dan Jatisampurna, Bekasi pada Selasa, 24 Juli.

Henri diduga meraup dana komando hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023.

Penerimaan duit itu disebut komisi antirasuah dilakukan Henri melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

Selain Henri dan Afri, komisi antirasuah juga menetapkan tiga pihak swasta yang memberi uang saat operasi senyap terjadi. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

Kasus ini bermula saat Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama adalah pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.

Kedua, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.

Rekomendasi