ERA.id - Holding BUMN Industri Pertahanan Indonesia membantah menjual persenjataan dan produk lainnya ke Junta Myanmar.
Dikutip dari keterangan resminya, Indonesia memastikan tidak mengeskpor produk industri pertahanan pasca 1 Februari 2021. Hal itu sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar.
"DEFEND ID lewat PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding serta beranggotakan PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia,mendukung penuh resolusi PBB dalam upaya menghentikan kekerasan di Myanmar," jelas keterangan resminya.
Sebagai perusahaan yang memiliki kemampuan produksi untuk mendukung sistem pertahanan yang dimiliki negara, DEFEND ID selalu selaras dengan sikap Pemerintah Indonesia.
"DEFEND ID selalu patuh dan berpegang teguh pada regulasi yang berlaku termasuk kebijakan politik luar
negeri Indonesia. DEFEND ID menegaskan bahwa PT Pindad tidak pernah melakukan Eksport ke Myanmar
setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021," bunyi keterangan resmi yang diterima pada Rabu (4/9/2023).
Direktur Utama PT LEN Industri Bobby Rasyidin mengatakan kegiatan ekspor ke Myanmar dilakukan pada tahun 2016 berupa produk amunisi spesifikasi sport untuk keperluan keikutsertaan Myanmar pada kompetisi olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016.
Demikian juga halnya dengan PTDI dan PT PAL yang dipastikan tak memiliki kerja sama penjualan produk ke Myanmar.
"Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar," tambah dia.
Sebelumnya, Chin Human Right Organization (CHRO) dan Myanmar Accountability Project (MAP) serta Mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman menuding tiga perusahaan BUMN Indonesia yakni PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia serta PT PAL dituding menjual produk pertahanan ke junta Myanmar.
Dalam keterangan resmi gabungannya, CHRO, MAP dan Marzuki Darusman pun meminta Komnas HAM RI untuk melakukan penyelidikan terkait hal tersebut.
Produk industri pertahanan yang diduga dijual ke militer Myanmar yakni pistol, senapan serbu, amunisi serta kendaraan tempur.
Berdasarkan hasil investigasi dan bocoran dokumen yang diterima, Perusahaan asak Myanmar yakni True North Company Limited yang menjadi 'broker' dalam transaksi jual beli senjata itu.
Perusahaan itu dimiliki oleh Htoo Htoo Shein Oo. Dia merupakan anak dari Menteri Keuangan Junta Myanmar Win Shein yang saat ini diberi sanksi oleh AS, Kanada dan Eropa.
Peran perusahaan swasta ini mengatur dan menegosiasikan kesepakatan militer Myanmar dan perusahaan BUMN RI. CHRO dan MAP juga mencurigai adanya potensi korupsi dalam kesepakatan itu.
Direktur MAP Chris Gunness menilai Indonesia bersikap standar ganda.