ERA.id - MY (18) pelajar yang melakukan penyiraman air keras terhadap korban DH (18) pada 27 September mengaku membeli bahan kimia itu dari kawasan Pulogadung, Jakarta Timur memakai uang jajan sebesar Rp25 ribu.
"Saya beli Rp25 ribu, pak. Bilangnya untuk merontokkan karat di besi, padahal saya pakai buat jaga-jaga di jalan kalau bertemu pelajar-pelajar usil," kata MY kepada Perwira Unit I Reserse Kriminal Polsek Kelapa Gading Dicky Ardiansyah yang menanyakan di Markas Polsek Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (9/10/2023).
MY mengatakan air keras jenis hidrogen klorida (HCL) itu dipersiapkan pada hari waktu hari libur (Minggu malam), dan disimpan di kawasan Bendungan Pintu Air, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.
Pada hari kejadian, air keras itu diambil oleh teman-temannya yakni MYS (18), DF (17), dan MSH (17) usai MY terlibat baku pukul dengan pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) lain yang berkendara di jalan kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Namun MY baru bisa menyiramkan air keras tersebut ke arah wajah salah satu anggota lawannya berinisial DH (18) ketika kedua kelompok bertemu kembali di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelapa Gading Barat.
Akibatnya, area kulit wajah DH mengalami luka siraman air keras sebesar 80 persen, hingga harus melakukan tiga kali tahapan operasi untuk pemulihan oleh pihak dokter Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara.
Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Kelapa Gading Iptu Fauzan Yonnadi mengatakan DH sudah melalui satu tahapan operasi dari tiga yang direncanakan saat rawat inap. Kini, proses pemulihan korban dilakukan pihak dokter rumah sakit dengan rawat jalan.
"Korban sudah melaksanakan rawat jalan, kemudian akan dilakukan operasi kedua dan ketiga. Menurut keterangan dari dokter, dapat kami jelaskan bahwa area wajah hampir 80 persen mengalami luka siraman air keras, dari area sekitar mata maupun sekitar mulut," kata Fauzan.
Adapun dua pelaku penyiraman air keras yang berusia di atas 17 tahun dikenakan Pasal 351 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan berat. Ancaman hukuman terhadap pelaku adalah lima tahun penjara.
Terkhusus anak berhadapan hukum yang berusia di bawah 17 tahun, polisi tetap melakukan penindakan hukum yang mengedepankan pembinaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). (Ant)