ERA.id - PDI Perjuangan mengingatkan para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus mengedepankan sikap kenegarawanan dalam membuat putusan.
Hal ini merespons MK yang akan membacakan putusan gugatan uji materi terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden pada Senin (16/10).
"Yang lebih penting adalah muatan kontitusi bahwa hakim MK harus memiliki sikap kenegarawanan," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Gedung High End, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2023).
Hasto mengatakan, selain partainya, sudah banyak suara dari kelompok masyarakat lainnya yang meminta para hakim konstitusi untuk menjaga marwah MK.
Meski begitu, dia meyakini MK sudah mendengar suara-suara itu. Apalagi, Indonesia pernah berada di bawah rezim Orde Baru, di mana ketika suara rakyat tidak didengarkan justru menghadirkan kekuatan moral dan politik kebenaran.
"Maka kami meyakini Mahkamah Konstitusi juga mendengarkan seluruh aspirasi yang disuarkan rakyat, termasuk apa yang terpendam," kata dia.
Selain itu, Hasto juga meyakni para hakim MK mampu mengambil keputusan yang mengedapankan kepentingan bangsa dan negara.
"Kami percaya bahwa hakim Mahkamah Konstitusi harus memegang sikap kenegarawanan, mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin, 16 Oktober 2023.
“Ya, betul (pembacaan putusan digelar Senin, 16 Oktober 2023),” kata Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan MK Fajar Laksono dikonfirmasi di Jakarta dikutip dari Antara, Selasa (10/10).
Sejumlah perkara yang akan dibacakan putusannya itu adalah Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023. Perkara ini diajukan atas nama Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga menggugat pasal yang sama. PSI dalam petitumnya meminta batas usia capres-cawapres diubah menjadi 35 tahun.
Kemudian, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Garuda Yohanna Murtika. Mereka memohon frasa pada pasal yang diuji materi diubah menjadi “berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah”.
Selanjutnya, Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa. Dalam petitumnya, mereka menggugat Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang berkaitan dengan batas usia capres-cawapres.
Berikutnya, Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Ia memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Ada pula Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Arkaan Wahyu Re A. Pada pokoknya, meminta batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi sekurang-kurangnya 21 tahun.
Lalu, Perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023 diajukan oleh WNI bernama Melisa Mylitiachristi Tarandung. Ia memohon batas usia capres cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 25 tahun.