ERA.id - Polri diingatkan kasus kepemilikan senjata api yang diduga dimiliki tersangka kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Belum adanya progres yang signifikan menunjukkan belum profesionalnya aparat penegak hukum. Bahwa penegakan hukum masih banyak terpengaruh kepentingan-kepentingan di luar hukum itu sendiri," kata peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, Kamis kemarin.
Menurut Bambang, jika sudah ada alat bukti yang cukup, seharusnya kasus itu naik ke tahap penyidikan. "Demikian juga dengan kasus kepemilikan senjata api. Bila ada bukti yang cukup harusnya juga diproses hukum, bukan menghentikannya," katanya menegaskan.
Bambang menegaskan bahwa kasus kepemilikan senjata api itu harus tetap dilanjutkan, meski saat ini SYL telah melaporkan kasus lainnya kepada Polda Metro Jaya.
"Bila tidak diproses secara bersama, justru akan kontraproduktif dengan upaya membangun citra Polri yang profesional, bahkan memunculkan asumsi bahwa Polri sedang ikut melakukan politik penegakan hukum," jelasnya.
Bambang juga menegaskan bahwa Bareskrim Polri harus mengusut tuntas kasus kepemilikan senjata api tersebut, jangan sampai muncul anggapan bahwa penanganan kasus di kepolisian tak lepas dari kepentingan-kepentingan politik.
Pasalnya, kepemilikan senjata api, apalagi jika senjata api itu ilegal, maka kasusnya lebih besar dibanding dugaan pemerasan yang dilaporkan oleh SYL.
Bahkan, aturan hukum yang dipakai dalam kasus senjata api pun lebih berat, yakni Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata.
"Sehingga ada yang diutamakan dan ada yang ditunda. Makanya bila tak diproses dan lebih mempercepat kasus pemerasan oknum KPK, akan mengkonfirmasi bahwa polisi bekerja tidak profesional," katanya mengingatkan.