ERA.id - Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin, kembali tegaskan peran besar Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO) dalam menyuarakan kepentingan negara-negara di kawasan Asia – Afrika. Hal ini disampaikan oleh Wapres Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada kegiatan 61st Annual Session of AALCO di Bali (16/10). Dalam kesempatan tersebut, Wapres menyatakan bahwa AALCO harus terus menghidupkan semangat solidaritas antar-bangsa Asia dan Afrika, dan memperjuangkan suara bangsa Asia-Afrika dalam pembentukan arsitektur hukum internasional.
“Kita memiliki memori kolektif tentang Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955, yang merupakan cikal bakal kelahiran AALCO. Kala itu, negara-negara Asia dan Afrika bertemu untuk membahas tentang perdamaian dan bagaimana dapat berperan dalam membangun dunia. AALCO kemudian dibentuk berdasarkan semangat bahwa tata politik dan hukum internasional mesti mencerminkan pandangan serta kepentingan bangsa-bangsa Asia dan Afrika,” ujar Wapres Ma’ruf Amin.
Wakil Presiden juga mendorong agar AALCO terus menguatkan peran dalam membentuk kerangka hukum yang akan menjadi fondasi bagi kemitraan antarnegara yang saling menguntungkan, khususnya dalam merespons berbagai persoalan global yang mengancam masa depan kemanusiaan dan pembangunan. “Negara-negara yang tergabung dalam AALCO dapat menghadirkan solusi terobosan atas isu-isu global terkini, seperti perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan, perdagangan antarnegara dan investasi internasional, persoalan kelautan, perampasan aset, serta perkembangan kecerdasan buatan,” ujarnya.
Pada sesi di pagi harinya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly, ditunjuk mewakili Indonesia untuk mengemban amanah sebagai Presiden 61st Annual Session of AALCO. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia akan memimpin rangkaian sidang 61st Annual Session of AALCO dari tanggal 16-20 Oktober 2023, yang akan membahas agenda-agenda yang selama ini telah dibahas pada sesi-sesi tahun sebelumnya, serta usulan baru dari negara-negara anggota AALCO.
“Mari kita gunakan kesempatan pada 61st Annual Session of AALCO ini untuk mengobarkan kembali semangat kerja sama antara negara-negara Asia dan Afrika. Sudah waktunya bagi kita untuk tidak hanya membahas masalah-masalah hukum, namun juga merefleksikan hasil Konferensi Asia-Afrika beserta prinsip-prinsipnya untuk terus memandu upaya kita bersama. Sesi tahunan ini merupakan bukti komitmen kita terhadap visi Asia dan Afrika, bekerja sama untuk masa depan yang lebih baik,” ujar Yasonna pada pidato pembukaannya sebagai Presiden 61st Annual Session of AALCO.
Pada 61st Annual Session of AALCO ini, sebagai tuan rumah Indonesia secara aktif mengajukan usulan agenda baru terkait pembentukan Asset Recovery Expert Forum di antara negara-negara Asia-Afrika. Selain itu, Indonesia juga mengusulkan pembahasan subtopik baru pada agenda “the Law of the Sea”, yaitu “Illegal Fishing as a Transnational Organized Crime”.
Ketua Delegasi Indonesia, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Cahyo R. Muzhar melalui General Statement-nya menyampaikan bahwa mengingat kompleksnya proses pengembalian aset hasil kejahatan internasional yang bersifat lintas yurisdiksi, pembentukan Asset Recovery Expert Forum dapat menjadi platform penguatan kerja sama bagi negara-negara Asia-Afrika dalam bentuk diskusi sharing best practices. Selain itu, Indonesia juga menekankan pentingnya bagi negara-negara Asia dan Afrika untuk menyamakan perspektif dan secara kolektif berkomitmen untuk memberantas illegal fishing sebagai kejahatan transnasional yang terorganisir.
“Sebagai salah satu negara pendiri AALCO, Indonesia terus berkomitmen penuh terhadap kinerja dan nilai-nilai AALCO, serta menantikan adanya kerja sama yang lebih baik di masa mendatang. Dengan upaya berkelanjutan dan semangat persahabatan dari setiap negara anggota, saya yakin AALCO dapat mempertahankan peran konstruktifnya dalam mewakili kepentingan negara-negara Asia – Afrika untuk mengatasi tantangan global dan berkontribusi terhadap pengembangan dan penguatan hukum internasional,” ujar Cahyo.**