ERA.id - Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) rampung dibahas. Pemerintah dan Komisi I DPR RI menyepakati revisi perundang-undangan itu segera disahkan dalam rapat paripurna DPR RI terdekat.
Hal itu disepakati dalam rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemekominfo) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Meski sudah direvisi, dua pasal bermasalah yaitu Pasal 27 dan 28 tetap dipertahankan walaupun dianggap sebagai pasal karet. Bahkan menambah ayat baru.
Salah satunya yaitu menambahkan Pasal 27a dalam revisi UU ITE mengatur soal larangan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain melalui siaran elektronik.
"Penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, dengan cara menuduhkan sesuatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, diatur dalam Pasal 27a," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis.
Kemudian pemerintah dan DPR RI menambah ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1), (2), dan Pasal 29.
Adapun dalam Pasal 28 ayat (1) diubah ketentuannya menjadi, larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiil bagi konsumen dan transaksi elektronik.
Ditemui usai rapat, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie menjelaskan, pemerintah memang tetap mempertahankan pasal-pasal yang dianggap bermasalah, karena masih di atur dalam KUHP.
Dia berdalih revisi UU ITE ini untuk penyesuaian dengan KUHP.
"(Masih) ada, yang disesuaikan dengan KUHP," kata Budi.
Dia lantas mencontohkan pasal yang dianggap pasal karet oleh masyarakat terkait pencemaran nama baik.
Ketua Umum PROJO itu berdalih, pasal pencemaran nama baik perlu dipertahankan untuk membuat ruang digital yang sehat.
"Kita harus mewujudkan ruang digital yang baik yang sehat yang juga bisa melindungi segenap warga bangsa. Jadi tidak bisa ruang digital ini dipakai untuk hal yang mencederai melukai menyakiti masyarakat gitu. Ini tugas pemerintah tanggung jawab ruang digital yang sehat dan bijaksana," jelasnya.
Budi juga berdalih bahwa pasal-pasal tersebut merupakan delik aduan. Sehingga yang bisa melaporkan ke penegak hukum hanya korbannya saja.
Lebih lanjut, Budi menjelaskan pasal tersebut merupakan delik aduan. Sehingga yang bisa melaporkan ke penegak hukum hanya korbannya saja.
"Kalau saya enggak merasa itu enggak menista saya atau hate speech saya, enggak apa-apa. nanti kan, yang bersangkutan, biasa sajalah bodo amat lah, dia enggak mau ngaduin, juga enggak apa-apa juga kan. Gitu loh ya kan. Paham enggak maksudnya," pungkasnya.