ERA.id - Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyebut Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mencegah "perilaku liar" di ruang digital.
"Kita kan ingin ruang digital kita lebih adem, lebih bijaksana," kata Budi Arie di Jakarta, Kamis.
Budi mengatakan RUU Perubahan kedua UU ITE yang telah disepakati oleh pemerintah dan DPR untuk disahkan di rapat paripurna tersebut akan membuat ruang digital menjadi lebih sehat dan mencegah timbulnya multitafsir.
Dia mengatakan hadirnya UU ITE yang telah direvisi ini akan memberikan kepastian hukum terhadap berbagai perilaku masyarakat di ruang digital.
"Semua perilaku kita di ruang digital ini lebih memiliki kepastian hukum. Enggak sumir-sumir. Yang namanya hate speech gimana, fitnah, hoaks, lebih jelas kan," kata dia.
Sebelumnya, Budi Arie menjelaskan RUU Perubahan Kedua UU ITE akan menjadi landasan hukum yang lebih komprehensif. Menurutnya terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang tindakan kriminal, pengakuan atas kontrak elektronik, dan pelindungan anak di dunia digital.
“Rapat Panja serta Rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) telah menyelesaikan pembahasan dan menyepakati perubahan 14 pasal eksisting dan penambahan 5 pasal," kata dia dalam Rapat Kerja Pembicaraan Tingkat I untuk Pengambilan Keputusan terhadap RUU Perubahan kedua UU ITE di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (22/11).
Dia menjelaskan beberapa poin pokok yang dihasilkan yaitu perubahan norma meliputi alat bukti elektronik, sertifikasi elektronik, transaksi elektronik, segel elektronik dan autentikasi situs web serta identitas digital.
Budi Arie mengatakan salah satu perubahan RUU Perubahan Kedua UU ITE ini sebagai upaya untuk memastikan harmonisasi antara ketentuan pidana/sanksi di dalam UU ITE dengan KUHP nasional yang baru disahkan tahun ini.
Pengaturan dalam RUU Perubahan Kedua UU ITE ini, kata dia, juga merupakan kemajuan signifikan dalam hal tata kelola penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik, harmonisasi ketentuan pidana atau sanksi dengan KUHP Nasional, dan berbagai isu strategis lainnya dalam upaya peningkatan pengakuan serta penghormatan atas hak para pengguna sistem elektronik, dan dalam mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi.
UU ITE sendiri telah mengalami perubahan dengan penetapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Dinamika dunia digital, mendorong Pemerintah dan DPR RI melakukan penyesuaian sesuai dengan tuntutan masyarakat.
“Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, menunjukkan dinamika dari masyarakat yang menginginkan penyempurnaan terhadap pasal-pasal UU ITE, khususnya terkait ketentuan pidana konten ilegal,” ucap dia.
Secara khusus, Menkominfo menyebutkan RUU Perubahan kedua UU ITE diperlukan untuk memperkuat jaminan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
Selain itu, aturan tersebut juga untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis agar terwujud keadilan, ketertiban umum, dan kepastian hukum.
Menteri Budi Arie Setiadi menyatakan Pemerintah terus berupaya memperbaiki permasalahan yang membuat penerapan UU ITE dinilai multitafsir oleh banyak pihak.