ERA.id - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ikut berkomentar prihal kasus megakorupsi e-KTP yang melibatkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto. Kasus itu kembali jadi perbincangan setelah mantan Ketua Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo buka suara.
Dia mengaku, Presiden Joko Widodo juga sempat memarahinya lantaran melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Saat itu, dia dituding ada yang menyuruhnya membuat laporan tersebut.
"Kalau saya boleh tambahkan. Ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD itu, presiden sempat marah. Saya ditegur keras, dituduh seolah-olah ada yang memerintahkan atau ada yang mengendalikan," kata Sudriman saat ditemui di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).
Tudiangan itu langsung dibantah Sudirman, walaupun menurutnya saat itu Presiden Jokowi masih teta marah kepadanya.
Padahal, saat itu laporan tersebut sudah mendapat konfirmasi dari Presiden Jokowi. Namun dia juga cukup kaget ketika sang kepala negara di tengah jalan memarahinya.
"Tapi memang sempat juga Pak Presiden marah juga kepada saya, dan saya menjelaskan bahwa tidak ada pihak manapun yang memerintahkan," kata Sudirman.
"Sebetulnyanya laporannya juga dengan konfirmasi pak Presiden namun dalam perjalanan, detelah itu mencuat ternyata Presiden sempat marah," imbuhnya.
Terungkapnya kemarahan Presiden Jokowi atas kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto, menurut Sudirman menjadi bukti bahwa di tengah era digital ini, tidak ada kebohongan yang bisa ditutup-tutupi.
"Ini membuktikan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan pimpinan negara satu persatu mulai muncul," ucapnya.
Co-captain Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskadar (AMIN) itu lantas mengungkapkan, usaha merevisi UU KPK sudah lama didorong oleh DPR RI, tapi secara mengejutkan dikabulkan oleh Presiden Jokowi.
Hal itu memperkuat dugaannya bahwa revisi UU KPK merupakan bagian dari serangan sistematis yang bersumber dari pimpinan tertinggi negara.
"Sekarang kita baru ada keyakinan bahwa itu sesuatu yang sistemik jadi mulai, kan sebetulnya usaha merevisi UU KPK sejak dulu akan dilakukan oleh DPR tapi tidak pernah ada tidak pernah ditunaikan oleh presiden kecuali presiden Jokowi," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengungkapkan pertemuannya dengan Presiden Jokowi di Istana. Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi terlihat marah dan memintanya untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP.
Namun, Agus menolak permintaan itu dengan alasan berdasarkan UU KPK yang berlaku saat itu, pihaknya tak bisa menghentikan proses penyidikan. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP sudah terbit tiga Minggu sebelumnya.
Selain itu, karena di dalam aturan KPK tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Pertemuannya dengan Presiden Jokowi kala itu tak menghasilkan apapun. Tetapi, beberapa tahun kemudian muncul wacana merevisi UU KPK, yang salah satu poin perubahannya yaitu mengadakan SP3.
"Tapi akhirnya kan dilakukan revisi UU, nanti kan intinya revisi UU itu kan SP3 menjadi ada, kemudian di bawah presiden. Karena pada waktu mungkin presiden merasa bahwa 'Ini ketua KPK diperintah presiden kok nggak mau', apa mungkin begitu," kata Agus.
Belakangan, pernyataan Agus dibantah mentah-mentah oleh pihak Istana. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, tidak pernah ada pertemuan antara Agus dengan Presiden Jokowi seperti yang disampaikan mantan pimpinan KPK tersebut.
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda presiden," kata Ari melalui keterangan tertulisnya.