ERA.id - Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, pihaknya bakal memanggil Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia terkait proses perizinan pertambangan nikel di Maluku Utara.
"Kita akan panggil Pak Bahlil. Secepatnya. Apalagi sudah menjadi isu kaya begini," kata Sugeng kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Menurutnya, Komisi VII DPR RI sudah lama mendengar isu tersebut. Hanya saja tidak bisa menyidik karena bukan lembaga hukum.
"Kami di Komisi VII sebetulnya sudah lama (mengetahui) isu ini. Tapi sekali lagi, kami bukan lembaga hukum yang lantas bisa menyidik sana sini," ucapnya.
Dia mengaku, tak sedikit pengusaha tambang yang mengeluhkan soal izin usahanya yang dicabut. Termasuk perihal Satuan Tugas (Satgas) Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi yang dipimpin oleh Bahlil.
Menurutnya, Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi awalnya berfungsi untuk membangun kepastikan hukum, namun justru berkembang untuk menekan para pengusaha.
"Semula konon ini satgas ini untuk membangun kepastian hukum, tapi yang terjadi ketidakpastian hukum. Itulah celah terjadinya abuse of power. Ketidakpastian itu yang timbulkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)," ujar Sugeng.
Ketua DPP Partai NasDem itu menambahkan, tak menutup kemungkinan DPR RI akan membentuk pantia khusus (pansus) apabila dalam prosesnya nanti menemukan banyak pelanggaran.
"Oh sangat (mungkin membentuk pansus)," ucapnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Bahlil diduga melakukan penyalagunaan wewenang sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi dalam mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah.
Dalam mencabut dan memberikan kembali IUP dan HGU, dikabarkan Bahlil meminta imbalan uang miliaran rupiah atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan. Terkait info tersebut Mulyanto minta KPK segera memeriksa Bahlil.
"Keberadaan satgas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi juga tumpang tindih. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Senin (4/3).
Mulyanto menilai, keberadaan satgas yang dipimpin Bahlil sarat dengan kepentingan politik. Apalagi, kata dia, pembentukannya jelang kampanye pilpres 2024. Sehingga Mulyanto menengarai pembentukan satgas ini sebagai upaya legalisasi pencarian dana pemilu untuk salah satu peserta pemilu.
"Terlepas dari urusan politik saya melihat keberadaan satgas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional. Pemerintah terkesan semena-mena dalam memberikan wewenang ke lembaga tertentu," jelas Mulyanto.
"Urusan tambang yang harusnya jadi wewenang Kementerian ESDM kini diambil alih oleh Kementerian Investasi. Padahal terkait pengelolaan tambang tidak melulu bisa dilihat dari sudut pandang investasi tapi juga terkait lingkungan hidup dan kedaulatan pemanfaatan sumber daya alam nasional," sambungnya.