KPK: Kerugian Negara Akibat Dugaan Korupsi di LPEI Sebesar Rp766,7 Miliar

| 20 Mar 2024 05:01
KPK: Kerugian Negara Akibat Dugaan Korupsi di LPEI Sebesar Rp766,7 Miliar
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. (Antara)

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan penyidikan dugaan rasuah di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kasus ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah.

“Penyimpangan yang dilakukan oleh Direksi LPEI dan caranya dalam pemberian fasilitas pembiayaan ekspor dan penyelesaian pembiayaan tahun masa kepada PT PI terdapat potensi kerugian negara sebesar sekurang-kurangnya 54.500.000 dolar atau dengan kurs Rp14.047,99 senilai Rp766.705.455.000,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).

Kasus tersebut bermula dari pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh LPEI terhadap PTPE. Perusahaan ini mendapat fasilitas KMKE sebanyak tiga kali, yakni sebesar 22 juta dolar Amerika Serikat pada 2015; Rp40 miliar pada 2016; dan Rp200 miliar sekitar tahun 2017. 

“Ini bertujuan mendukung modal kerja PTPE dalam usaha niaga umum BBM dan bahan bakar minyak lainnya,” ungkap Alex.

Namun, dalam proses pemberian kredit modal ini LPEI kurang hati-hati dan tidak memperhatikan kondisi debitur. Sebab, lembaga itu  diduga mengabaikan security coverage ratio atau kelayakan pengajuan pembiayaan dan indikasi ketidakwajaran dalam laporan keuangan periode Juni 2015. 

“Jadi laporan keuangan PTPE diduga tidak mengandung kebenaran,” ujar Alex.

“Itu pada laporan PTPE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiyaan ke PTPE,” sambungnya menjelaskan.

Selain itu, Alex mengungkapkan, diduga terjadi kecurangan karena adanya penggelembungan piutang. “Secara keseluruhan jaminan-jaminan yang diberikan PTPE itu lebih kurangnya tidak bisa menutup fasilitas pembiayaan yang diberikan keada PTPE. Jadi, jaminannya rendah tidak menutup kredit yang diberikan,” ungkap dia.

PTPE juga disebut memanipulasi laporan keuangan sehingga meningkatkan nilai valuasi. Akibat ketidaktelitian LPEI, terjadi fraud.

Kemudian, kecurangan juga terjadi setelah komite pembiyaan KMKE menyetujui langkah bisnis terkait bisnis ritel BBM untuk memasok PLN melalui PT KPM. Padahal keuangan perusahaan ini bermasalah dan diketahui masih terafiliasi dengan PTPE.

“Bahwa PT KPM merupakan salah satu debitur LPEI yang kolektabilitasnya macet dan merupakan anak perusahaan PT PE. Jadi PT KPM dan PE terafiliasi,” jelas Alex.

Selanjutnya, PTPE dinyatakan pailit meski masih memiliki tunggakan ke LPEI sebesar Rp840 miliar. LPEI kemudian berupaya melakukan penyelamatan dengan skema pengalihan piutang melalui pihak ketiga atau cessie dengan nilai 60 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp844 miliar.

Salah satunya, piutang itu dialihkan ke PT Catur Karsa Megatunggal (CMT) senilai 10 juta dolar Amerika Serikat serta PTPI senilai 50 juta dolar Amerika Serikat pada 10 Maret.

KPK menduga, skema cessie ini dilakukan hanya untuk mengalihkan piutang dari perusahaan pailit ke perusahaan lain yang pemiliknya sama. Sebab, PT CMT memiliki saham di PTPE begitu juga dengan PTPI yang dimiliki GM.

Pembayaran piutang itu sudah dilakukan PT CMT sebagian atau sebesar 5,5 juta dolar Amerika Serikat dan masih tersisa 4,5 juta dolar. Sementara itu, PTPI belum melakukan pembayaran.

“Kita belum lihat apakah PTPI dan PT CMT layak usahanya dan seterusnya. Nanti akan didalami dalam proses penyidikan,” ujar Alex.

Rekomendasi