ERA.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI angkat bicara terkait Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah yang dilaporkan ke KPK atas dugaan korupsi pelaksanaan pelelangan saham PT Gunung Bara Utama (GBU).
"Bahwa adanya proses pelelangan terkait dengan aset PT GBU setelah adanya putusan Pengadilan Mahkamah Agung di 24 Agustus 2021 itu seluruhnya diserahkan kepada PPA (Pusat Pemulihan Aset). Jadi tidak ada pelaksanaan lelang oleh Pak Jampidsus. Jadi kalau ada pelaporan ini keliru," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana saat konferensi pers di gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (29/6/2024).
Ketut menjelaskan seluruh proses lelang diserahkan kepada PPA Kejagung dan DJKN yang di bawah naungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dia lalu menjelaskan kronologi pelelangan saham itu, yakni berawal dari PT GBU yang telah diserahkan kepada PT Bukit Asam sebagai BUMN. Namun ternyata PT Bukit Asam tidak bisa menerima karena banyak persoalan di PT GBU, beberapa di antaranya terkait masalah utang dan gugatan.
Kejagung lalu melakukan proses penyidikan dan tiba-tiba ada gugatan perdata dari PT Sendawar Jaya. Dalam sidang gugatan ini, Kejagung kalah.
"Artinya uang yang sudah diserahkan hasil lelang itu mau diserahkan kepada PT Sendawar Jaya. Sehingga kita prosesnya berlangsung di pengadilan tinggi, karena ada upaya hukum, ternyata mereka dikalahkan. Kita langsung melakukan suatu proses penelitian terhadap berkas perkara yang diajukan dalam proses keperdataan," ujar Ketut.
Kejagung lalu menemukan dokumen palsu sehingga seseorang bernama Thomas ditetapkan tersangka. Thomas saat ini telah diadili.
Ketut lalu menjelaskan proses lelang saham PT GBU dinilai oleh tiga aprisel. Penilaian itu perihal aset atau bangunan alat berat yang melekat di PT GBU dengan nilai sekira Rp9 miliar. Untuk aprisal kedua dengan penilaian PT GBU senilai Rp3,4 triliun.
"Dari hasil dua tadi dilakukan satu proses pelelangan pertama tetapi satu pun tidak ada yang menawar, jadi kalau dibilang ada kerugian Rp9 triliun, dimana kerugian Rp9 triliunnya. Rp3,4 triliun yang kita tawarkan tidak ada yang menawar ditambah dengan Rp9 miliar, yang laku cuma yang Rp9 miliar," jelasnya.
"Karena tidak ada yang menawar, maka dibuka proses pelelangan kedua. Dengan melakukan foto appraisal. Yang kedua. Ternyata nilainya mengalami fluktuasi karena nilai sahamnya dipengaruhi oleh harga batu bara pada saat itu," sambung Ketut.
Nilai itu menjadi turun Rp1,9 triliun karena mengalami fluktuasi. Sebab nilai PT GBU dipengaruhi harga batu bara saat itu.
Pelelangan pun dilakukan dengan jaminan karena PT GBU ada piutang. PT GBU punya utang ke perusahaan lain sekira Rp1,1 triliun.
"Karena satu orang yang menawar maka kita tetapkan sebagai pemenang. Kenapa ini cepat kita lakukan satu proses pelelangan? Perlu teman-teman media ketahui. Karena ini untuk segera dimasukkan ke kas negara. Untuk membayar para pemegang polis dan trainee," katanya.
Setelah mendapatkan pemenang, hasil lelang diserahkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai kas negara.
"Proses pembayaran kepada pemegang polis dan premi yang sedang berjalan. Kedua, menghindari proses hukum, karena ini komplikatif PT GBU ini, banyak gugatan, banyak permasalahan. Dan menghindari fluktuasi harga saham pada saat itu. Sehingga kita segera melakukan satu proses pelayanan biar negara tidak rugi," bebernya.
Sebelumnya, KPK bakal menyelesaikan laporan terkait dugaan rasuah yang menyeret nama Jampidsus Febrie Ardiansyah. Proses penanganan aduan ini akan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di lembaga antirasuah tersebut.
“Kami akan selesaikan laporan masyarakat tersebut sebagaimana ketentuan standar operasional prosedur yang berlaku,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/5).