ERA.id - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritisi soal pengawasan dan pembinaan teknis terhadap penyidik pegawai negari sipil (PPNS). Aturan ini tertuang dalam dalam Revisi Undang-Undang Polri Pasal 14 ayat 1b yang menyebutkan bahwa polisi berwenang mengawasi dan melakukan pembinaan teknis PPNS.
"Jadi kalau kita membaca definisi ini, maka kemudian dia (Polri) jadi super body, bahasa hukumnya. Mungkin kalau dalam agama jadi majelis syuro gitu, majelis tinggi, penyidik lembaga-lembaga lain," kata Ketua YLBHI M Isnur di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (2/6/2024).
Menurut Isnur, kewenangan yang diberikan kepada Polri dalam aturan tersebut dapat berpotensi menghambat kinerja penyidik di semua kementerian maupun lembaga, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Bahkan, wewenang ini rentan disalahgunakan untuk merintangi penyidikan suatu kasus.
"Karena berarti jaksa agung sebagai penyidik di UU Ham Berat, KPK sebagai penyidik UU Korupsi harus berkoordinasi, dibina, diawasi oleh penyidik kepolisian,"
"Kita bisa membayangkan bagaimana konsekuensi dari penyidik KPK yang harus dibina, diawasi, berkoordinasi kepada penyidik kepolisian. Bagaimana jaksa agung dalam hal ini memeriksa Jiwasraya, memeriksa (kasus korupsi) timah, sekarang yang terbaru Antam, para penyidik jaksa agung harus melakukan dan diawasi oleh penyidik di kepolisian, dan itu bertentangan dengan semangat kritis kejaksaan," sambungnya.
Selain itu, revisi UU Polri juga dianggap berpotensi menimbulkan intervensi dalam penyidikan dan penegakan hukum di kementerian maupun lembaga. Sebab, dalam Pasal 16 ayat 1 menyebutkan bahwa Polri berwenang dalam proses rekrutmen PPNS.
"Jadi ketika KPK mau melakukan rekrutmen penyidik, jaksa agung mau rekrutmen penyidik korupsi, KLHK mau melakukan rekrutmen penyidik lingkungan hidup, maka harus ada rekomendasi dari kepolisian," jelas Isnur.
"Nah, kalau kita berkaca ini akan menjadi catatan yang sangat tidak baik. Berarti ada upaya intervensi. Kita punya catatan terhadap sikap (kasus) 'cicak buaya' (jilid) 1, 2, 3," sambungnya.