ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mendalami laporan dugaan rasuah terhadap mantan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Lembaga antirasuah ini menyebut, setiap aduan yang diterima akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
“Prinsipnya tentu KPK pasti dalami, ya, data, informasi yang diterima tersebut,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/6/2024).
Ali menjelaskan, pendalaman ini penting dilakukan untuk menentukan apakah aduan itu bisa ditindaklanjuti atau tidak.
“Akan ditentukan apakah memang betul ada peristiwa pidananya dan itu masuk kategori korupsi,” jelas Ali.
“Kalau masuk kategori korupsi, maka apakah itu menjadi wewenang KPK,” sambungnya.
Sebelumnya, Forum Komunikasi Masyarakat Sipil melaporkan mantan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia dilaporkan terkait dugaan korupsi saat masih menjabat sebagai Menteri Sosial (Mensos).
"Yang kita laporkan pertama Khofifah Indarparawansa, kedua PPK-nya, dan KPA-nya. Mereka bertiga," kata Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Sipil, Sutikno di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/6).
Adapun pejabat pembuat komitmen (PPK) yang dimaksud adalah Mumu Suherman selaku Pusdatin di Kemensos. Lalu, Kuasa Pengguna Anggarannya, yakni Karyono yang kini menjabat Plt Gubernur Jawa Timur.
Sutikno mengungkapkan, pihaknya sudah pernah melaporkan kasus korupsi ini ke KPK pada Juni 2018 silam. Namun, menurut mereka, tidak ada tindak lanjut terhadap aduan dugaan rasuah proyek program verifikasi dan validasi data kemiskinan di Kementerian Sosial pada tahun 2015 tersebut.
"Dulu, waktu enam tahun lalu kita laporkan itu kita hitung kerugiannya Rp58 miliar, sementara barusan kita dapatkan audit dari BPK, kerugian proyek yang kita laporkan itu Rp98 miliar di kasus di Kemensos tahun 2015, program verifikasi dan validasi orang miskin," jelas Sutikno.
Sutikno menjelaskan, di Kementerian Sosial ada program verifikasi dan validasi pendataan orang miskin dengan mengadakan musyawarah di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten. Namun, ia menyebut, rata-rata fiktif.
"Itu kan orang datang, orang datang ada biaya makan, ada apa, itu rata-rata enggak ada. Targetnya kan 15 juta keluarga miskin yang mau diverifikasi itu, ternyata mereka hanya memakai datanya BPS dianggap sudah diverifikasi. Fakta lapangan enggak ada. Nanti ada fiktif yang Rp98 miliar itu," ungkap dia.