ERA.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak menegaskan bahwa penyidik di lembaganya tidak mungkin bekerja sembarangan. Dia memastikan, anak buahnya melakukan penyitaan sudah sesuai aturan yang berlaku.
Hal ini Johanis sampaikan saat ditanya mengenai laporan yang diajukan pengacara staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kusnadi ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Aduan ini terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyidik bernama Kompol Rossa Purbo Subekti saat menyita ponsel Hasto.
“Penyidik KPK melaksanakan tugas penyidikan dan melakukan penyitaan itu sesuai perintah UU sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor, Undang-Undang KPK, Undang-Undang ITE, Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya,” kata Johanis saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (21/6/2024).
Johanis menjelaskan, dalam UU ITE telah mengatur bahwa bukti elektronik masuk dalam kategori sebagai alat yang sah untuk membuktikan suatu tindak pidana. Hal ini, sambung dia, diperkuat dengan Putusan MK No. 20/PUU.XIV/2016.
“Sehingga tindakan penyidikan KPK melakukan penyitaan handphone untuk kepentingan penyidikan dalam upaya mengumpulkan bukti, termasuk antara lain alat bukti elektronik suatu tindakan hukum yang sah menurut hukum,” jelas Johanis.
“Dan dari tindakan hukum penyitaan handphone tersebut sebagai alat bukti diharapkan akan membuat terang tipikor yang terjadi dan hal tersebut dilakukan sesuai ketentuan hukum acara pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP,” sambungnya.
Sebelumnya, pengacara Kusnadi, Ronny Talapessy menduga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kompol Rossa Purbo Bekti melakukan pelanggaran etik berat saat menyita ponsel Sekjen PDIP Hasto dari kliennya pada Senin (10/6). Pihaknya pun telah menyerahkan bukti tambahan terkait dugaan tersebut ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Kamis (20/6).
“Ini merupakan pelanggaran kode etik berat dan kami memohon kepada Dewas KPK untuk memproses ini dengan cepat,” kata Ronny kepada wartawan di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan.
Ronny mengeklaim proses penyitaan barang milik Hasto dari Kusnadi yang merupakan stafnya tidak melalui proses hukum yang benar. Misalnya, saat Kompol Rossa ternyata membohongi kliennya yang bukan sebagai pihak berperkara untuk diperiksa.
Selain itu, Ronny juga menduga terjadi pemalsuan tanda tangan oleh penyidik pada dokumen berita acara penyitaan. “Karena apa, surat yang sah adalah surat di mana tanggal 23 April di mana saudara Kusnadi ikut memberikan paraf,” ungkapnya.
“Tetapi kemarin diberikan surat tanggal 10 April, kami melihat dugaan kami ini direkayasa kembali. Sehingga yang lembar pertama ini saudara Kusnadi tidak memparaf tapi di lembar kedua dia tanda tangan. Artinya apa, kami melihat bahwa proses yang sedang berjalan di KPK oleh oknum penyidik telah terjadi pelanggaran hukum,” imbuh dia.
Oleh karena itu, Ronny meminta Dewas KPK segera bergerak mengusut hal ini. Apalagi, ada dugaan nuansa politis dalam kasus Harun Masiku.
“Dan kami melihat bahwa ada dugaan kriminalisasi terhadap Sekjen PDI Perjuangan karena proses-proses yang kami sudah ikuti ini adalah proses yang sudah salah di mata hukum,” ujar Ronny.