ERA.id - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Harun Al Rasyid menegaskan, operasi tangkap tangan (OTT) bukan hanya hiburan semata. Namun, dia menekankan, operasi senyap itu merupakan sebuah teknik menakutkan untuk mengusut kasus para pejabat yang kerap menerima suap.
Hal ini Harun sampaikan saat menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata yang menyebut bahwa OTT KPK hanya sebagai hiburan untuk membuat masyarakat senang.
"OTT itu bukan hanya hiburan yang bisa menghibur, tetapi suatu teknik penyelidikan yang menakutkan dan menghawatirkan banyak penyelenggara/pejabat nakal yang suka menerima suap," kata Harun saat dihubungi wartawan yang dikutip Senin (24/6/2024).
Harun yang dikenal sebagai 'Raja OTT' ini mengatakan, OTT juga menjadi sebuah langkah yang sangat strategis untuk memberantas korupsi dan bahkan menjadi andalan KPK. Menurut dia, Alexander Marwata tidak paham dan tak menguasai teknik-teknik OTT.
"Karena dia (Alexander Marwata) bukan seorang investigator, meski dia hanya seorang mantan auditor, mestinya dia mengerti bahwa OTT itu sangat ampuh untuk mengungkap kejahatan korupsi," jelas Harun.
Menurut Harun, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan Alexander tidak menunjukkan dirinya sebagai seorang pimpinan KPK dan justru lebih terlihat sebagai komentator kasus korupsi.
"Sangat disayangkan, mengobral janji menangkap Harun Masiku dalam seminggu, padahal si Harun ada didekatnya dan dia tidak sadar kegombalannya yang justru seakan-akan meminta Harun untuk cepat pergi dari tempatnya yang sekarang," ujar dia.
*Sebaiknya Presiden demi hukum memberhentikan Alex agar kerja kerja pemberantasan korupsi bisa berjalan lebih baik lagi," sambung Harun.
Sebelumnya, Alexander Marwata mengatakan, lembaganya kini lebih fokus menggarap perkara yang menimbulkan kerugian negara dengan jumlah besar. Mereka mulai meninggalkan tangkap tangan yang mengandalkan penyadapan.
“Kami sekarang lebih banyak fokus pada penanganan penanganan perkara yang potensi kerugian negaranya besa dan asset recoverynya besar dan itu terjadi di mana? BUMN, di lembaga-lembaga instansi pemerintahan dengan anggaran tinggi. Itu yang kita fokuskan ke sana,” kata Alex kepada wartawan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (21/6).
Alex menjelaskan, saat ini para pelaku korupsi sudah paham cara kerja operasi tangkap tangan (OTT). Sehingga sudah jarang ada pejabat yang membicarakan soal pemberian maupun penerimaan uang.
“Faktanya itu sekarang lebih dari 500 lho nomor handphone yang kita sadap itu, kan, berapa puluh penyelenggara, pejabat negara itu kita sadap zonk isinya. Kan gitu, kan. Artinya mereka juga belajar, lebih hati-hati. Makanya kita harus berubah teknik-teknik penyelidikan maupun penyidikan,” ungkap Alex.
Meski demikian, Alex menyebut, KPK tetap akan melaksanakan operasi senyap. Namun, giat penindakan itu bukan lagi menjadi yang utama.
“Ya, okelah OTT. Ya, syukur-syukurlah kalian dapat nanti kan, ya, buat hiburan ‘tingg’, buat masyarakat senang,” tegasnya.
Dia juga memastikan, jarangnya OTT bukan karena Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan berkali-kali menyindir KPK. Alex justru membela pernyataan anak buah Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
“Pak Luhut benar bahwa dengan perubahan sistem, dengan digitalisasi diharapkan enggak ada lagi lah model-model korupsi seperti itu dan kita harus mencari tahu juga akar persoalannya apa sih. Kenapa sih kepala daerah banyak yang tertangkap,” ujar Alex.