KPK Ungkap Kerugian Negara Akibat Korupsi Sejak Januari-Juni 2024 Capai Rp5,25 Triliun

| 29 Jun 2024 08:59
KPK Ungkap Kerugian Negara Akibat Korupsi Sejak Januari-Juni 2024 Capai Rp5,25 Triliun
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika. (ERA.id/Flori Anastasia)

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, lembaganya telah melakukan penyidikan terhadap 13 kasus rasuah yang telah merugikan keuangan negara. Jumlah ini berdasarkan data dalam enam bulan terakhir.

"Penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang mana modusnya adalah merugikan kerugian negara. Periode Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2024 ada 13 perkara dengan 46 tersangka," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2024).

Tessa menyebut, total kerugian negara akibat belasan kasus itu diperkirakan mencapai Rp5,25 triliun. Meski tak menjelaskan lebih rinci mengenai belasan kasus korupsi tersebut, dia memastikan, hingga kini KPK masih mengusut 13 kasus itu.

"Dimana potensi kerugian negaranya mencapai Rp5.259.000.000 dan juga dalam nilai mata uang asing, dolar Amerika senilai 2.731.021,27," ungkap dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, lembaganya kini lebih fokus menggarap perkara yang menimbulkan kerugian negara dengan jumlah besar. Mereka mulai meninggalkan tangkap tangan yang mengandalkan penyadapan.

"Kami sekarang lebih banyak fokus pada penanganan penanganan perkara yang potensi kerugian negaranya besa dan asset recoverynya besar dan itu terjadi di mana? BUMN, di lembaga-lembaga instansi pemerintahan dengan anggaran tinggi. Itu yang kita fokuskan ke sana," kata Alex kepada wartawan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (21/6).

Alex menjelaskan, saat ini para pelaku korupsi sudah paham cara kerja operasi tangkap tangan (OTT). Sehingga sudah jarang ada pejabat yang membicarakan soal pemberian maupun penerimaan uang.

"Faktanya itu sekarang lebih dari 500 lho nomor handphone yang kita sadap itu, kan, berapa puluh penyelenggara, pejabat negara itu kita sadap zonk isinya. Kan gitu, kan. Artinya mereka juga belajar, lebih hati-hati. Makanya kita harus berubah teknik-teknik penyelidikan maupun penyidikan," ungkap Alex.

Meski demikian, Alex menyebut, KPK tetap akan melaksanakan operasi senyap. Namun, giat penindakan itu bukan lagi menjadi yang utama.

"Ya, okelah OTT. Ya, syukur-syukurlah kalian dapat nanti kan, ya, buat hiburan ‘tingg’, buat masyarakat senang," tegasnya.

Dia juga memastikan, jarangnya OTT bukan karena Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan berkali-kali menyindir KPK. Alex justru membela pernyataan anak buah Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.

"Pak Luhut benar bahwa dengan perubahan sistem, dengan digitalisasi diharapkan enggak ada lagi lah model-model korupsi seperti itu dan kita harus mencari tahu juga akar persoalannya apa sih. Kenapa sih kepala daerah banyak yang tertangkap," ujar Alex.

Rekomendasi