ERA.id - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengaku, rumahnya yang berada di Makassar, Sulawesi Selatan hanyalah rumah murah dari program Bank Tabungan Negara (BTN). Dia mengklaim, kawasan rumahnya bahkan masih kerap kebanjiran.
Dengan kondisi itu, dia membantah melakukan tindak pidana korupsi karena tak masuk akal.
Hal itu disampaikan SYL sambil menangis saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (5/7/2024).
"Saya tidak biasa disogok-sogok orang. Tunjukkan, saya tidak pernah," ujar SYL dilansir dari Antara.
Jika hal tersebut pun terjadi, dia mengungkapkan dirinya pasti sudah menjadi salah satu orang yang sangat kaya, berbeda dengan kondisinya saat ini yang tinggal di rumah murah BTN.
SYL menjelaskan penerimaan yang ia dapatkan selama ini sebagai menteri merupakan honor dan uang perjalanan dinas, yang selalu ditanyakan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta mantan ajudan SYL, Panji Harjanto.
"Keduanya selalu menjawab bahwa biaya tersebut semuanya sudah sesuai aturan dan kata-kata khas yang selalu saya ingat mereka bilang ini sudah dipertanggungjawabkan, sudah menjadi hak menteri," ucap dia.
Sebelumnya, SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023.
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.