ERA.id - Penasihat hukum Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019-2023, Syahrul Yasin Limpo (SYL), Djamaludin Koedoeboen, mengatakan jaksa penuntut umum (JPU) tidak bisa membuktikan bahwa aliran dana pembayaran biduan Nayunda Nabila, berasal dari hasil yang tidak sah.
Adapun dalam sidang tanggapan jaksa terhadap nota pembelaan (replik) SYL, JPU KPK sempat menyinggung bahwa menyawer biduan yang dilakukan SYL dengan uang Kementerian Pertanian (Kementan) bukan merupakan kepentingan dinas.
"Mengenai pernyataan jaksa penuntut umum tentang biduan, hal itu terlalu personal dan tendensius," kata Koedoeboen dalam sidang pembacaan tanggapan terhadap replik jaksa (duplik) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa kemarin.
Maka dari itu, Koedoeboen meminta JPU seharusnya menghargai profesi saksi Nayunda sebagai penyanyi profesional yang diberi pembayaran berdasarkan jerih payah penyanyi profesional yang diundang untuk tampil dalam acara Kementan.
"Jaksa penuntut umum terkesan mengabaikan pada fakta persidangan sesungguhnya," ujarnya.
Sebelumnya dalam sidang pemeriksaan saksi dari para mantan pejabat Kementan SYL, terungkap bahwa Nayunda telah menerima uang dari SYL sebesar Rp50 juta sampai Rp100 juta saat mengisi acara di Kementan, dijadikan SYL sebagai honorer di Kementan dan digaji Rp4,3 juta per bulan, serta menerima karangan bunga dan kue saat ulang tahun dari SYL menggunakan uang Kementan.
Saat dikonfirmasi dalam sidang pemeriksaan selanjutnya, penyanyi dangdut jebolan ajang pencarian bakat, Rising Star Indonesia itu pun mengakui pernyataan tersebut, hingga mengungkapkan fakta lainnya sepertinya adanya pembayaran cicilan apartemen hingga pembelian tas mewah Balenciaga dan kalung emas oleh SYL, yang diduga menggunakan uang Kementan.
SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023.
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi dan keluarga SYL.