ERA.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah akhirnya secara resmi mengumumkan untuk menerima pengelolaan tambang esuai izin usaha pertambangan (IUP) yang ditawarkan pemerintah. Hal ini diputuskan dalam Konsolidasi Nasional yang digelar di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Minggu (28/7/2024).
“Sebagaimna karakter kami, ketika ada tawaran resmi dengan political will yang baik tidak serta merta menerima, tapi juga tidak serta langsung menolak. Kami selalu punya prinsip langkah apa pun harus berdasarkan ilmu yang sesuai ajaran Islam,” tutur Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam jumpa pers usai forum tersebut.
Menurut dia, Muhammadiyah mengkaji hal ini selama dua bulan dengan melibatkan para pakar serta diwarnai pro dan kontra. “Ada kelompok yang kontra dengan argumen masalah lingkungan dan potensinya akan banyak problem, bahkan ada yang demo. Demo sekeras apa pun kami hadapi secara moderat,” ujarnya.
Ia menjelaskan keputusan ini didasari pertimbangan dan mencermati segala aspek, termasuk aspek kelestarian lingkungan. “Keputusan ini kami ambil bukan karena ikut-ikutan atau tekanan,” kata Haedar.
Keputusan pengelolaan tambang ini masuk dalam salah satu poin Risalah Konsolidasi Nasional, tepatnya poin ke-6 dari sembilan poin. Risalah ini dibacakan Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
“Muhammadiyah berkomitmen memperkuat dan memperluas dakwah dalam bidang ekonomi termasuk pengelolaan tambang yang sesuai dengan ajaran Islam, konstitusi, dan tata kelola yang profesional, amanah, penuh tanggung jawab, seksama, berorientasi pada kesejahteraan sosial, menjaga kelestarian alam secara seimbang, dan melibatkan sumber daya insani yang handal dan berintegritas tinggi,” paparnya.
Secara lengkap, poin keputusan pengelolaan tambang ini dijabarkan dalam lampiran Risalah Konsolidasi. Lampiran ini berisi delapan pertimbangan dalam pengelolaan tambang sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024.
“Dalam mengelola tambang, Muhammadiyah berusaha semaksimal mungkin dan penuh tanggung jawab melibatkan kalangan profesional dari kalangan kader dan warga Persyarikatan, masyarakat di sekitar area tambang, sinergi dengan perguruan tinggi, serta penerapan teknologi yang meminimalkan kerusakan alam,” papar Mu’ti dalam salah satu poin pertimbangan.