ERA.id - Majelis Ulama Indonesia menilai masih ada kekurangan disana sini dalam rangkaian penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Namun, kekurangan tersebut masih dalam batas yang bisa ditoleransi.
Wakil Ketua Wantim MUI, Zainut Tauhid Sa'adi mengusulkan kepada pihak pemerintah agar para Jemaah lansia dan resiko tinggi tidak terlalu lama tinggal di Tanah Suci.
Berdasarkan laporan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama ada 461 jemaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi pada operasional haji tahun ini, terdiri atas 441 jemaah haji reguler dan 20 jemaah haji khusus.
Ia menjelaskan, mayoritas jemaah yang wafat berada pada rentang usia 71 tahun ke atas jumlahnya mencapai 207 jemaah. Pada urutan berikutnya, rentang usia 61–70 (149 jemaah), rentang usia 51–60 (85 jemaah), dan rentang usia 31-50 (20 jemaah).
Adapun 461 jemaah haji Indonesia tersebut meninggal dunia di lima wilayah Arab Saudi, yakni Madinah, Jeddah, Makkah, Arafah, dan Mina.
"Kasus kematian ini masih didominasi jemaah haji lanjut usia (lansia). Hampir seluruh jemaah haji yang meninggal di Tanah Suci ini juga termasuk dalam kategori kesehatan risiko tinggi (risti). Tercatat hanya ada 34 jemaah yang tidak termasuk risti," ujar Zainut dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (29/7/2024).
Sementara berdasarkan kategori, kata dia, kasus kematian ini didominasi oleh jemaah haji reguler. Tercatat hanya ada 20 jemaah haji khusus dari total 461 jemaah yang meninggal dunia di Tanah Suci.
Meskipun tren kasus kematian jemaah haji Indonesia di Tanah Suci ini menurun jika dibandingkan dengan tahun lalu. Yakni pada tahun 2023 jemaah haji meninggal dunia di Tanah Suci berjumlah 775 orang. Sementara pada tahun 2024 berjumlah 461 orang.
"Menurut hemat kami angka kematian 461 orang jemaah haji masih terlalu tinggi, dan kami berharap tahun depan masih bisa ditekan lebih kecil,," ujarnya.
Untuk itu, ia mengusulkan terhadap jemaah haji lansia dan atau yang memiliki risti agar diberikan diskresi untuk diperpendek masa tinggalnya di Tanah Suci menjadi 10 - 15 hari saja. Tidak seperti jemaah haji reguler lainnya yang masa tinggalnya sampai 40 hari.
"Dengan diperpendek masa tinggalnya, jemaah haji lansia dan risti akan terhindar dari faktor kelelahan. Disamping itu, juga akan lebih memudahkan kontrol kesehatan mereka sehingga dapat mengurangi risiko kematian," tambahnya.