ERA.id - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurachman meninjau usaha pakaian bekas atau thrifting di Pasar Senen di tengah isu miring yang kerap dinyatakan oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudi Sadewa.
Dalam kunjungannya, Maman ditemani Anggota DPR Adian Napitupulu dan asosiasi pedagang thrifting. Mereka mengelilingi Pasar Senen.
Saat ditemui dan ditanya soal polemik usahan pakaian bekas, Maman menyebut akan segera mencarikan solusinya. Pasalnya, opini yang beredar di publik adalah pedagang baju bekas merupakan pedagang ilegal.
“Ini lagi kita carikan solusinya. Sejauh ini teman-teman (pedagang thrifting) dianggap pemain ilegal. Ini menurut hukum ya,” kata Maman dalam keterangan yang diterima ERA, Minggu (30/11/2025).
Perwakilan Asosiasi Thrifting, Rifai, berharap Pemerintah dapat menjaga kelangsungan ekonomi mereka. Terlebih dalam menghadapi masa panen pedagang di akhir tahun.
“Dari sisi pedagang, kami minta kepada Menteri UMKM, menyampaikan ke Kementerian Perdagangan dan Keuangan untuk memberikan kuota barang ke asosiasi pedagang sebagai pintu distribusi. Jangan langsung disetop. Barang kami sudah hampir kosong dan ini sedang momen ramai menjelang Natal dan Tahun Baru,” tutur Rifai.
Salah satu pedagang di blok 3 Pasar Senen, Rosita sinaga (63) mengungkapkan bahwa sejauh ini dirinya menyumbang pajak dari berjualan di kiosnya. Tak hanya itu, ia juga menyebut tak jarang dirinya meminjam uang ke negara melalui perbankan untuk melancarkan usahanya.
“Berdagang puluhan tahun, menggunakan KUR sampai lunas, ungkapnya.
Ia juga bersedia apabila negara menarik pajak dari usahanya. Bukan karena keterpaksaan, melainkan dagang pakaian bekas sudah menjadi mata pencaharian keluarganya. “Kami siap membayar pajak. Kami ini menghidupi keluarga, anak juga sarjana. Bantu kami tetap berjualan di sini,” ucap Rosita.
Sementara Anggota DPR RI, Adian Napitupulu menyebutkan bahwa saat ini pun pedagang pakaian bekas sudah menyetor pajak ke negara bagi yang berdagang online. “Nah kalo soal pajak, mereka yang berjualan (thrifting) secara online, itu kena pajak juga sebesar 11 persen,” tegas Adian.
Politisi PDI Perjuangan itu melanjutkan, negara sebelumnya sempat melegalkan thrifting melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 132 Tahun 2015. Dari situ, kata Adian, pemerintah pernah menerima pajak dari penjualan baju bekas dengan besaran pajak 15-30 persen.
“Pada tahun 2015, PMK 132, ada pajak barang bekas baju impor besarannya 30 persen, tapi PMK ini sudah dihapus. Artinya ada sejarah pernah dilegalkan, pernah diperbolehkan, dan negara pernah mengambil uang dari situ,” ungkap Adian.
Pedagang UMKM mengaku tidak terganggu dengan keberadaan pedagang sekaligus produk pakaian bekas. Menurutnya mereka sudah terbiasa dan saling berkomunikasi antarpelapak meski barang yang dijual berbeda produk. Dia juga menegaskan tidak ada persaingan dengan produk lokal.
“Enggak sih bapak, enggak terganggu (dengan thrifting), kami sudah terbiasa dan saling mendukung,” ujar salah seorang pedagang brand lokal di lantai 1 Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Di satu sisi, pedagang produk lokal mengakui bahwa produk yang mereka jual memang mematok harga lebih mahal dari pakaian bekas. Alasannya karena memproduksi atau konveksi sendiri. “Kalau thrifting kan tidak produksi. Beli bahan sendiri, ngemal sendiri, pasang kancing sendiri,” ungkapnya.