Challenge untuk Polri: Bongkar Mafia Rumah Sakit yang Reguk Cuan dari "Mengcovidkan" Pasien

| 03 Oct 2020 17:03
Challenge untuk Polri: Bongkar Mafia Rumah Sakit yang Reguk Cuan dari
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

ERA.id - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri segera membongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk meraih keuntungan. Salah satunya dengan memberikan diagnosis COVID-19 palsu kepada pasien agar mendapatkan insentif dari pemerintah.

"Mafia rumah sakit meraih keuntungan, dengan cara 'mencovidkan' orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena COVID-19," ujar Ketua Presidium IPW Neta S. Pane dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/10/2020).

Berdasarkan data yang dimiliki IPW, keuntungan yang diperoleh mafia rumah sakit jumlahnya tidak sedikit. Sebab biaya perawatan pasien positif terjangkit virus korona bisa mencapai Rp290 juta.

Sedangkan, dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien COVID-19, disebutkan jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, maka asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah. Sedangkan untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang.

"Jika mafia rumah sakit mencovidkan puluhan atau ratusan orang, bisa dihitung berapa banyak uang negara yang mereka "rampok" di tengah pandemi COVID-19 ini," kata Neta.

Angka yang tidak kecil ini, kata dia, membuat mafia rumah sakit bergerak untuk "merampok" anggaran tersebut. Tak heran jika di media sosial banyak beredar kesaksian masyarakat yang diminta menandatangani bahwa anggota keluarganya kena COVID-19 dan diberi sejumlah uang oleh pihak rumah sakit. Padahal sesungguhnya keluarga terkena penyakit lain.

"Selain itu ada orang diperkirakan COVID-19 terus meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata negatif," katanya.

Berkaca dari hal tersebut, Neta menilai Bareskrim Polri belum bergerak untuk mengusut dan memburu mafia rumah sakit tersebut. Padahal, tudingan meng-Covid-kan pasien sudah marak dan ramai bermunculan di berbagai media sosial.

Neta latas menyinggung ucapan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko di Semarang, Jumat (2/10/2020), terkait isu rumah sakit rujukan meng-Covid-kan pasien yang meninggal untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah. Saat itu Moeldoko menegaskan, harus ada tindakan serius agar isu yang menimbulkan keresahan masyarakat ini segera tertangani.

"Sayangnya hingga kini Bareskrim Polri belum ada tanda tanda akan bergerak," ucapnya.

Bagaimanapun, kata dia, kejahatan baru di dunia medis ini patut dicermati. Menurutnya, kejahatan yang melibatkan oknum oknum rumah sakit ini adalah sebuah korupsi baru terhadap anggaran negara dan pelaku harus diseret ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Jika Bareskrim Polri tidak peduli dengan kasus pengcovidan orang oleh mafia rumah sakit ini, kejaksaan dan KPK harus segera turun tangan," tegasnya.

"Jangan sampai musibah pandemi ini malah dimanfaatkan untuk menguntungkan para mafia rumah sakit yang ingin mencari keuntungan dari penderitaan masyarakat. Bareskrim Polri, kejaksaan, dan KPK perlu bekerja cepat menangkap para mafia rumah sakit dan segera menyeretnya ke Pengadilan Tipikor," pungkasnya.

Rekomendasi