ERA.id - Sebuah studi dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) menunjukkan bahwa angka kematian balita akibat COVID-19 cukup tinggi.
Studi yang dilakukan pada bulan Maret hingga Juli itu mengungkapkan bahwa Jakarta memiliki angka kematian balita tertinggi. Kondisi ini disebabkan oleh deteksi yang terlambat, kekurangan Unit Gawat Darurat (UGD) khusus anak dan keterlambatan penanganan.
Salah satu peneliti EOCRU, Henry Surendra, mengatakan penelitian tersebut telah melibatkan 4.265 pasien dewasa dan anak-anak di 55 rumah sakit yang berbeda.
Studi tersebut juga menemukan bahwa pola infeksi pasien di Jakarta mencerminkan kondisi pasien Covid-19 di seluruh dunia.
Kebanyakan pasien mengalami demam, batuk, dan sesak napas Lebih dari 40 persen didiagnosis pneumonia saat dirawat di rumah sakit. Angka kematian mencapai 12 persen atau 497 dari 4.265 kasus.
Mayoritas kematian, atau 78 persen, terjadi pada pasien berusia 50 tahun ke atas, sementara anak-anak berusia nol hingga 4 tahun sekitar 11 persen kematian, dan orang berusia 60 hingga 69 dan 70 menjadi 22 persen dan 34 persen.
Jumlah total kematian terkait Covid-19 di Jakarta lebih rendah daripada kematian yang dilaporkan di negara- lainnya, seperti Amerika Serikat dengan tingkat kematian 21 persen dan Inggris dengan 26 persen.
Namun demikian, penduduk negara-negara tersebut sebagian besar merupakan lansia, yang berarti sebagian besar terkena penyakit bawaan serta penyakit kronis lainnya.
“Kemungkinan besar angka kematian di Jakarta lebih rendah karena rata-rata usia pasien lebih rendah,” kata Henry dalam jurnalnya.
Sebaliknya, sebuah penelitian pada pasien Covid-19 di rumah sakit China melaporkan 3,1 persen dari total kematian. Namun, studi tersebut juga menemukan bahwa penyakit penyerta di China jarang menyebabkan kematian, sementara jika dilihat secara kumulatif di Indonesia juga memiliki usia rata-rata kematian yang sama dengan Jakarta.
Melalui penelitian tersebut, Henry dan timnya juga menjelaskan bahwa tingginya angka kematian anak di RS Jakarta disebabkan oleh kurangnya unit perawatan intensif untuk anak, kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti kurang gizi dan keterlambatan penanganan.
“Kami membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memastikan angka kematian serta penyebab kematian pada anak-anak Jakarta yang terjangkit Covid-19,” kata Henry.