Kekecewaan Pasien RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya Tak Bisa 'Nyoblos' di Pilkada

| 12 Dec 2020 15:05
Kekecewaan Pasien RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya Tak Bisa 'Nyoblos' di Pilkada
Pasien COVID-19 RS Palangkaraya (Dok. Antara)

ERA.id - Salah satu pasien yang sedang menjalani rawat inap di Ruang Edelweis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus Palangka Raya, Kalimantan Tengah, yakni Meriati. Ia tidak bisa menyalurkan hak pilihnya pada pilkada serentak 2020.

"Iya ada rasa kecewa karena tidak bisa berpartisipasi dalam tahapan pilkada lima tahun sekali ini," katanya di Palangka Raya dikutip dari Antara, Rabu (12/12/2020).

Ia menyayangkan karena tidak bisa menyalurkan hak pilihnya, padahal meskipun sakit, keinginan mencoblos tetap kuat untuk turut menyukseskan pilkada.

"Tapi ya nggak tahu kalau memang nggak bisa kan, keadaannya seperti ini," ungkapnya.

Padahal Meriati menjelaskan, dirinya sudah ada dimintai data KTP di rumah sakit tersebut. Besar harapannya pada hari ini ada petugas yang datang untuk membantunya menyalurkan hak pilih.

"Kalau memang ada, sebenarnya dari pagi malah menunggu, mandinya saja pagi-pagi, memperkirakan jam berapa petugas datang, kalau memang bisakan, senanglah bisa berpartisipasi," ucapnya.

Meriati yang sudah sekitar lima hari ini menjalani perawatan di RSUD Doris Sylvanus berharap, adanya perbaikan atau pembenahan yang dilakukan penyelenggara pemilu ke depan. Tujuannya untuk mengantisipasi kondisi seperti yang ia alami, sebab menurutnya tidak semua orang dalam kondisi sehat terus menerus.

"Keadaan seperti ini jelas tidak bisa, harus ada tetap pelayanan dari penyelenggara pemilu saat-saat seperti ini, harus ada yang bisa menjangkau," harapnya.

Sementara itu Direktur RSUD Doris Sylvanus dr Yayu Indriaty menjelaskan, pihaknya telah mengkonfirmasi kepada KPU setempat, namun tampaknya pemungutan suara di lingkungan rumah sakit tersebut tak sempat dilaksanakan.

"Kami juga tidak tahu pasti penyebabnya, namun sebelumnya data pasien dan data KTP telah kami berikan. Selebihnya mungkin KPU yang bisa menjelaskan," katanya.

Yayu menjabarkan, terkait pemenuhan hak pilih pasien tetap menjadi kewenangan pihak penyelenggara yaitu KPU setempat.

"Sedangkan kami dari rumah sakit hanya bersifat memfasilitasi dan mendukung KPU sebagai penyelenggara terkait hal itu," tambahnya.

Logistik pemilu hingga komunikasi dengan pasien maupun pengawasan dari pihak KPU, sedangkan pihaknya hanya pendampingan. Dalam hal ini, ia menjelaskan pihaknya sudah menyampaikan data pasien terkait pilkada serentak 2020 pada Jumat (4/12) lalu.

Jumlahnya ada sekitar 200 orang dewasa, tetapi data tersebut bersifat dinamis dan di luar pasien bayi, anak hingga ICU yang tidak memungkinkan melakukan pencoblosan.

"Data tersebut belum dengan foto KTP, setelah ada foto KTP bisa jadi ada yang tidak memenuhi syarat dan lainnya, itu KPU yang berhak menentukan," ungkapnya.

Lebih lanjut, terkait hak pilih di masa pandemi, pada dasarnya pihaknya siap memfasilitasi dan dibagi menjadi dua zona, yakni zona non isolasi serta zona isolasi.

"Utamanya di zona isolasi, adalah pencegahan dan pengendalian infeksi, supaya tidak terjadi penularan di antara masing-masing orang. Tugas kami menyukseskan agar tidak terjadi kluster pilkada," terangnya.

Menanggapi kondisi itu, Ketua KPU Palangka Raya Ngismatul Choiriyah menjelaskan, KPU secara prosedur sudah bersurat ke seluruh rumah sakit dan sebagian besar rumah sakit sudah mengirimkan data kepada pihaknya.

Pelayanan di rumah sakit dalam PKPU dibunyikan, dimulai pukul 12.00 jika surat suara masih tersedia di TPS terdekat. Jika tersedia maka TPS harus melayani orang-orang di rumah sakit dengan surat tersedia.

Diungkapkannya, di RS Doris tadi ada A5 untuk satu orang, kebetulan orangnya koma dan tidak bisa memilih. Dengan tanda terima dari rumah sakit, pihaknya juga sudah ke sana.

"Ketika data-data yang diminta dari rumah sakit itu, kemungkinan besar pukul 12.00 itu TPS terdekat surat suaranya sudah habis, bisa jadi. Artinya ada kemungkinan-kemungkinan seperti itu," ucapnya.

Ia menjabarkan di TPS surat suara disediakan untuk DPT ditambah 2,5 persen. 2,5 persen itu, yaitu untuk A5 dan penduduk setempat yang belum masuk DPT.

"Kemungkinan, di TPS sekitar itu yang menggunakan A5 juga ada, yang tidak terdaftar DPT juga ada, sehingga kemungkinan surat suara sudah habis pada jamnya," tegasnya.

Rekomendasi