MPR Minta Pemerintah Siap Siaga di Perairan Natuna karena Berpotensi Perang Terbuka

| 28 Jan 2021 18:05
MPR Minta Pemerintah Siap Siaga di Perairan Natuna karena Berpotensi Perang Terbuka
Kapal Coast Guard China-5302 memotong haluan KRI Usman Harun-359. (Foto: Antara)

ERA.id - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan meminta pemerintah untuk siap siaga di perairan Natuna Utara. Alasannya karena Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan sedang diperseterukan antara China, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain.

Menurut dia, perhatian itu sangat penting karena perairan Natuna Utara merupakan wilayah terluar Indonesia yang harus dipertahankan.

"Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan seluruh wilayah, termasuk wilayah terluar di perairan Natuna Utara dalam kondisi aman," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (28/1/2021).

Ia menjelaskan, jika kondisi itu terus menerus terjadi maka akan ada potensi perang terbuka di Laut China Selatan sehingga Indonesia harus terus berjaga-jaga karena jika terjadi perang terbuka maka seluruh wilayah Asia Tenggara akan merasakan dampaknya.

Ia menyebutkan perseteruan itu tidak boleh dianggap remeh karena China yang membuat klaim sepihak terhadap Laut Cina Selatan berdasarkan sembilan garis putus-putus atau nine dash line --yang koordinatnya tidak pernah diketahui-- menyebabkan Amerika Serikat dan Inggris juga turut ikut campur.

"Kondisi ini akan berpotensi menjadi perang terbuka yang berakibat fatal," ujarnya.

Ia pun mendorong seluruh pemimpin di Asia Tenggara untuk bersama-sama menjadi fasilitator dan Indonesia bisa mengambil peran sebagai "lead" dalam menyelesaikan permasalahan di Laut China Selatan.

Menurut dia, ASEAN sebagai kawasan yang paling merasakan dampak dari perseteruan di Luat China Selatan, harus hadir juga sebagai jembatan dari masalah ini.

Syarief pun mendorong agar ASEAN mengedepankan pendekatan diplomasi dengan semangat million friends and zero enemy, Indonesia harus hadir dalam komunitas ASEAN untuk menjadi motor penggerak proses diplomasi dalam penyelesaian masalah di Laut Natuna Utara.

Rekomendasi