ERA.id - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 resmi memberlakukan pemeriksaan tes Covid-19 dengan menggunakan GeNose C19 di semua moda transportasi sebagai alternatif skrining kesehatan untuk syarat perjalanan, mulai 1 April 2021.
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengkritisi penggunaan GeNose C19 ini. Menurutnya, penggunaan GeNose untuk umum terlalu terburu-buru, bahkan cenderung berbahaya.
"Jadi ini menurut saya terlalu terburu-buru, sangat terburu-buru. Dan sangat berbahaya ya, cenderung berbahaya," kata Dicky, Rabu (31/3/2021).
Apalagi, kata Dicky, saat ini riset GeNose juga belum selesai dan masih ada titik lemah di sisi metodologinya.
Alat skrining lewat embusan napas buatan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini diklaim memiliki keakuratan mendeteksi Covid-19 lebih dari 90 persen. Namun, kata Dicky, akurasi deteksi lebih dari 90 persen itu berbasis setting di rumah sakit.
"Akurasi deteksi lebih dari 90 persen itu, itu yang berbasis di-setting rumah sakit ya, di-setting rumah sakit. Tapi kalau di populasi itu belum ada datanya, di populasi umum," katanyanya.
Hingga saat ini juga belum ada data riset GeNose untuk mendeteksi orang yang tidak bergejala Covid-19.
"Apalagi mendeteksi orang tidak bergejala, orang berisiko rendah, itu belum ada datanya. Jadi berbeda ya setting pada fase 1, 2-nya itu berbeda dengan peruntukannya. Ini yang nggak bisa disamakan," katanya.
Sebelumnya, GeNose juga sudah digunakan oleh PT KAI untuk skrining calon penumpang kereta api jarak jauh selama sebulan terakhir. Hasilnya dari 300 ribuan alon penumpang, hanya 1 persen yang terdeteksi reaktif COVID-19.