Aksi Teror Terjadi Lagi, Program Deradikalisasi Dinilai Gagal!

| 01 Apr 2021 12:38
Aksi Teror Terjadi Lagi, Program Deradikalisasi Dinilai Gagal!
Tangkapan Layar

ERA.id - Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menilai program deradikalisasi terorisme gagal, padahal anggaran yang digelontorkan mencapai triliunan rupiah tiap tahun. Akibatnya, paham radikalisme dan terorisme di Indonesia masih menyebar dengan masif.

"Saya sepakat operasi deradikalisasi di Indonesia itu gagal. Padahal, saya catat anggaran deradikalisasi itu mencapai trilyunan rupiah," kata TB Hasanuddin melalui keterangan tertulis, Kamis (1/4/2021).

Hasanuddin mengatakan, kegagalan program deradikalisasi ini terlihat dari peristiwa terorisme yang terjadi lagi dan lagi. Apalagi sselama satu pekan terakhir terjadi aksi terrisme mulai dari pengeboman Gereja Katerdral Makassar hingga penyerangan di Markas Besar (Mabes) Polri.

Menurut dia, salah satu penyebab kegagalan operasi deradikalisasi itu adalah tidak tepatnya metode dan teknik yang dilakukan tersebar di Kementerian dan lembaga bahkan di beberapa organisasi kemasyarakatan. Sehingga, deradikalisasi yang dilakukan tidak terarah dan kerap terjadi duplikasi.

"Kita harus rombak cara dan teknik deradikalisasi. Jangan lagi memposisikan seperti "menggurui" dengan mengatakan kalian yang radikal dan kami yang benar. Kita harus bisa masuk diantara mereka, bergaul dengan mereka dan bicara dari hati ke hati," katanya.

Lebih lanjut, politisi PDIP ini mengaku prihatian sebab paham radikalisme ini menyasar kaum milenial. Kelompok milenial, menurut Hasanuddin, adalah korban dari kampanye hitam segelintir orang demi kepentingan politik praktis.

"Ironis, banyak kaum milenial yang terpengaruh dengan provokator dahsyat yang mengatasnamakan agama. Menggerakkan kaum muda menjadi 'pengantin', menjadi bomber dengan janji surga. Sementara para provokator duduk manis menikmati kehidupan dunia. Kenapa tidak mereka saja yang duluan memberi contoh masuk surga?" ucapnya.

Hasanuddin juga menyoroti anggapan teroris bisa tumbuh dan berkembang sendiri alias lone wolf. Istilah itu, kata dia, kurang tepat karena terorisme tidak tumbuh secara otomatis.

"Dia akan tumbuh di tempat yang situasinya mendukung, berkembang karena komunikasi sosial yang khusus dengan orang-orang tertentu. Dia tumbuh karena ada yang membina bahkan dia punya idola sendiri. Bahwa dia bergerak sendiri (lone) ya ini kebutuhan taktis saja," jelasnya.

Meski demikian, Hasanuddin mengapresiasi kinerja Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) terutama Densus 88 yang telah bekerja optimal.

"Tapi mengatasi masalah teroris tidak bisa hanya segelintir orang yang bekerja. Pemberantasan paham radikalisme dan terorisme harus menjadi program nasional dan melibatkan seluruh komponen bangsa," pungkasnya.

Rekomendasi