BPOM Beberkan Fakta Vaksin Nusantara, Dikerjakan di Amerika, Diklaim Buatan Anak Bangsa

| 16 Apr 2021 06:45
BPOM Beberkan Fakta Vaksin Nusantara, Dikerjakan di Amerika, Diklaim Buatan Anak Bangsa
Ilustrasi COVID-19 (Era.id)

ERA.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membeberkan sejumlah temuan yang menunjukkan Vaksin Nusantara yang dikembangkan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tak sepenuhnya dikerjakan di dalam negeri, melainkan dibuat dan diuji di Amerika Serikat. 

Untuk diketahui, penelitian Vaksin Nusantara yang menggunakan sel dendritik dilakukan oleh tim peneliti dari Balitbangkes Kementerian Kesehatan, RSPAD Gatot Soebroto, RSUP Dr. Kariadi, dan Universitas Diponegoro. Penelitian ini disponsori oleh PT Rama Emerald/PT AIVITA Indonesia dan bekerja sama dengan Balitbangkes Kemenkes.

Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, proses pengolahan pembuatan Vaksin Nusantara yang menggunakan sel dendritik dilakukan oleh peneliti dari AIVITA Biomedical Inc. USA. Walaupun staf di Rumah Sakit Kariadi diberikan pelatihan, tetapi pada pelaksanaannya dilakukan oleh AIVITA Biomedical di Amerika.

"Pada pelaksanaan uji klinik pengolahan sel tersebut dilakukan oleh tim dari AIVITA Biomedical Inc. USA. Transfer teknologi kepada peneliti di RSUP Dr. Kariadi baru dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada beberapa staf untuk melihat proses yang dilakukan oleh tim AIVITA Biomedical Inc. USA," kata Penny dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Jumat (16/4/2021).

Penny juga mengungkapkan bahwa tim peneliti Vaksin Nusantara didominasi oleh tim dari AIVITA Biomedical Inc. USA yang merupakan warga negara asing. Tim tersebut lantas  bekerja di Indonesia untuk meneliti vaksin yang menggunakan objek penelitian warga Indonesia.

Terkait hal itu, Penny menyebut, belum ada kontrak antara AIVITA Biomedical dengan RSUP Dr. Kariadi. Perjanjian kerja sama hanya antara Balibangkes dengan PT Rama Emeralds, itu pun tidak menyebutkan apa yang menjadi kewajiban dari dari Aivita Biomedical Inc dalam uji klinik vaksin dendritik yang dilakukan di Indonesia dan lingkupnya hanya untuk uji klinik fase II dan fase III.

"Dengan perjanjian seperti ini membuat pihak AIVITA Biomedical merasa tidak punya kewajiban untuk bekerja sesuai standar dan peraturan di Indonesia," kata Penny.

Kegagapan tim peneliti Vaksin Nusantara di Indonesia juga terlihat saat BPOM menanyakan perihal proses pembuatan vaksin sel dendritik tersebut. Menurut Penny, yang menjawab soal proses pembuatan justru peneliti dari AIVITA Biomedical Inc. USA padahal nama peneliti tersebut tidak tercantum.

"Sedangan peneliti utama, yaitu Dr. Djoko (RSPAD Gatot Subroto) dan dr. Karyana (Balitbangkes) tidak dapat menjawab proses-proses yang berjalan karena tidak mengikuti jalannya penelitian," kata Penny.

Lebih lanjut, Penny mengungkapkan bahwa seluruh komponen utama pembuatan Vaksin Nusantara diimpor dari Amerika. Komponen yang dimaksud berupa antigen, Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), medium pembuatan sel, dan alat-alat persiapan.

Kalaupun akan dilakukan transfer teknologi dan dibuat di Indonesia, maka membutuhkan waktu yang lama sekitar 2 hingga 5 tahun. Sebabnya, hingga saat ini industri farmasi yang bekerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc belum memiliki sarana produksi.

"Berdasarkan penjelasan CEO AIVITA Indonesia, mereka akan mengimport obat-obatan sebelum produksi di Indonesia," kata Penny.

Kemudian metode pembuatan dan paten hanya dimiliki oleh AIVITA Biomedical Inc.USA. Penny mengatakan, meskipun telah dilakukan trasfer pengetahuan kepada staf di RSUP Kariadi, masih ada beberapa hal yang belum dijelaskan secara terbuka. Misalnya seperti campuran medium pada vaksin yang digunakan.

Selain itu, data-data penelitian Vaksin Nusantara secara keseluruhan tersimpan dalam database milik perusahaan Amerika Serikat. Alasannya karena vaksin Nusantara ikut disokong oleh AIVITA Biomedica Inc. USA. Sementara kerahasiaan data dan transfer data ke luar negeri menurut BPOM tidak disebutkan dalam perjanjian penelitian.

"Data-data penelitian disimpan dan dilaporkan dalam electronic case report form menggunakan sistem elektronik dengan nama redcap cloud yang dikembangkan oleh AIVITA Biomedical Inc dengan server di Amerika. Kerahasiaan data dan transfer data keluar negeri tidak tertuang dalam perjanjian penelitian, karena tidak ada perjanjian antara peneliti Indonesia dengan AIVITA Biomedical Inc.USA," kata Penny.

Berdasarkan temuan-temuan pada uji klinis fase I Vaksin Nusantara itu, BPOM batal memberikan izin untuk melanjutkan ke tahap uji klinis fase II. BPOM meminta tim peneliti vaksin Nusantara untuk memperbaiki dan melengkapi dokumen Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Rekomendasi