ERA.id - Ekonomi Indonesia diklaim keluar dari jurang resesi setelah empat kuartal berturut-turut sempat kontraksi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen sepanjang kuartal II/2021, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menegaskan, pertumbuhan yang cukup tinggi itu merupakan efek dari pemulihan ekonomi setelah empat kuartal sebelumnya mencatat kontraksi.
Selain itu, BPS melihat adanya faktor low base dari pertumbuhan ekonomi yang minus tahun lalu. "Selain ada pemulihan ekonomi, ada pula faktor low base di tahun lalu atau turun cukup tajam di 2020," ujar Margo, Kamis (5/8).
Adapun bila dibandingkan secara kuartalan maupun tahunan, pertumbuhan kuartal kedua tahun ini lebih tinggi dari minus 0,74 persen pada kuartal I-2021 dan minus 5,32 persen pada kuartal II-2020. Secara akumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 3,1 persen pada semester I-2021.
Apa yang menjadi pemicu pertumbuhan di kuartal II-2021? Data BPS menyebutkan, realisasi pertumbuhan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekspor yang meningkat sebesar 10,36 persen dari kuartal I-2021 dan tumbuh 55,89 persen dari kuartal II-2020.
BPS juga menyampaikan atas dasar harga konstan (ADHK) mencapai Rp2.772,8 triliun pada kuartal II-2021. Sementara itu, PDB angka dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp4.175,8 triliun pada kuartal II-2021.
Pertumbuhan ekonomi juga tidak terlepas dari imbas ekonomi global selama triwulan II-2021, yang mengalami peningkatan. Indikator itu terlihat dari pergerakan indeks Purchasing Manager Index (PMI) yang meningkat dari 54,8 pada Maret 2021 menjadi 56,6 pada Juni 2021.
Demikian pula dari harga sejumlah komoditas makanan, seperti gandum, minyak kelapa sawit dan kedelai, serta komoditas hasil tambang, baik itu timah, alumunium, dan tembaga di pasar internasional sepanjang triwulan II-2021 mengalami peningkatan, baik secara kuartal ke kuartal (q-to-q) maupun yoy.
Faktor lain yang juga mendorong pemulihan ekonomi negara ini sepanjang kuartal ini adalah ekonomi beberapa mitra dagang utama Indonesia juga menunjukkan pertumbuhan positif. Contohnya, Tiongkok yang tumbuh 7,9 persen (yoy), Amerika Serikat (12,2 persen), Uni Eropa (13,2 persen), Singapura (14,3 persen), Korea Selatan (5,9 persen), Vietnam (6,6 persen), dan Hongkong sebesar 7,5 persen.
Bagaimana dengan realisasi ekspor sepanjang kuartal II-2021? Menurut Margo Yuwono, terjadi pertumbuhan yang signifikan. Bisa jadi ini dari dampak pelonggaran mobilitas masyarakat dengan adanya penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Sepanjang kuartal II-2021, kinerja ekspor tercatat mencapai USD53,97 miliar, naik 55,89 persen dari periode yang sama 2020 yang mencapai USD34,62 miliar. Namun, kinerja ekspor itu hanya naik 10,36 persen dibandingkan kuartal I 2021 yang tercatat mencapai USD48,90 miliar.
Bila dilihat jenis ekspornya, BPS mencatat ekspor sektor industri bisa meraih USD42,113 miliar, terjadi lompatan hingga 51,76 persen dibandingkan kuartal II/2020.
Berikutnya, sektor yang memberikan kontribusi ekspor adalah sektor tambang dan lainnya yang mencapai USD7.78 miliar, naik 77,83 persen dibandingkan kuartal II-2020. kemudian, sektor migas USD3.162 miliar, naik 86,12 persen dibandingkan kuartal yang sama 2020.
Sayangnya, sektor pertanian hanya mencatat kenaikan tipis kinerja ekspor sebesar USD906,7 juta, atau hanya tumbuh 13,24 persen dibandingkan kuartal II-2020. Lalu bagaimana dengan kinerja impor? Kinerja impor banyak didominasi tiga penggunaan barang, masing-masing bahan baku penolong yang tercatat mencapai USD36,36 miliar, naik 57,80 persen secara yoy.
Berikutnya, impor barang modal senilai USD6,625 miliar, naik 29,11 persen dibandingkan periode yang sama 2020. Sedangkan impor barang konsumsi mencapai USD4,67 miliar, naik 31,50 persen dibandingkan periode kuartal II-2020.
Kepala BPS Margo Yuwono juga menyoroti kinerja industri pengolahan yang mulai menggeliat. Di awal disebutkan sektor industri bisa meraih USD42,113 miliar, terjadi lompatan hingga 51,76 persen dibandingkan kuartal II-2020.
Bila dibedah lebih jauh lagi, sektor industri terutama industri pengolahan memberikan kontribusi pertumbuhan yang cukup tinggi, terutama industri alat angkutan (otomotif) yang tumbuh 45,70 persen. “Pemberian insentif berupa pembebasan PPnBM telah memberikan stimulan menggeliatnya sub sektor tersebut,” katanya.
Begitu juga dengan industri logam dasar yang tumbuh 18,03 persen yang didukung oleh peningkatan produksi besi, baja, dan bahan baku logam dasar lainnya. Demikian pula industri kimia, farmasi, obat tradisional serta industri makanan dan minuman yang juga tumbuh menjanjikan.
Menyambut kinerja perekonomian sepanjang kuartal II-2021, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun terlihat semringah dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 sebesar 7,07 persen.
“Pencapaian ini merupakan yang tertinggi sejak krisis pandemi. Pertumbuhan ekonomi tersebut lebih tinggi dari negara tetangga kita ataupun negara sekitar. India tumbuh 1,6 persen, Vietnam 6,6 persen, Korea Selatan 5,9 persen, dan Jepang minus 1,6 persen,” katanya pada konferensi pers virtual, Kamis (5/8/2021).
Airlangga menjelaskan bahwa dari sisi pengeluaran, semua komponen tumbuh positif. Ekspor dan impor masing-masing naik tinggi 31,78 persen dan 31,22 persen secara yoy, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Konsumsi pemerintah juga berdasarkan catatan Airlangga tumbuh tinggi mencapai 8,06 persen yoy. Ini karena komitmen pemerintah dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Lalu pembentuk modal tetap bruto juga melesat 7,54 persen. Ini sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian domestik sehingga membuat mereka meningkatkan kapasitas produksinya pada triwulan II-2021.
“Konsumsi rumah tangga dengan share terhadap produk domestik bruto 53 persen tumbuh 5,93 persen. Ini sejalan dengan meningkatnya optimisme masyarakat terhadap pemulihan,” jelas Airlangga.
Bukan hanya itu, semua sektor usaha dari sisi sektoral tumbuh positif dan menunjukkan perbaikan akibat membaiknya permintaan domestik. Indikator utama (leading indicator) perekonomian domestik juga terus menunjukkan perbaikan.
Neraca perdagangan misalnya, surplus selama 14 bulan berturut-turut dan cadangan devisa sekitar USD137 miliar. “KUR juga menunjukkan peningkatan dan telah kembali normal. Kinerja tersebut menunjukkan UMKM telah mulai pulih,” tambahnya.