Survei Ipsos: 53 Persen Masyarakat Indonesia Puas Terhadap Program Bantuan Pemerintah

| 16 Aug 2021 13:17
Survei Ipsos: 53 Persen Masyarakat Indonesia Puas Terhadap Program Bantuan Pemerintah
Kartu Prakerja

ERA.id - Survei terbaru Ipsos, perusahaan peneliti pasar global asal Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa 53 persen masyarakat Indonesia mengaku puas dengan bantuan dari pemerintah selama pandemi COVID-19.

Menurut survei yang dilakukan secara online mulai 16 hingga 24 Juni 2021 itu, dari berbagai program bantuan pemerintah, ada tiga program bantuan yang paling banyak didapatkan masyarakat. Yaitu program Kartu Prakerja dengan persentase 24 persen, subsidi listrik 19 persen, dan subsidi kuota internet 18 persen pada sektor pendidikan.

“Dalam survei, masyarakat mengungkapkan bahwa ketiga program bantuan yang dirasa paling bermanfaat yakni Kartu Prakerja 35 persen, subsidi listrik 26 persen, dan kuota internet 25 persen untuk menunjang pembelajaran daring,” demikian dikutip dari laporan survei Ipsos pada Sabtu, 14 Agustus 2021.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari bersyukur dan mengapresiasi penelitian terbaru ini. Menruut Denni, survei Ipsos menunjukkan bahwa misi program Kartu Prakerja benar-benar dirasakan masyarakat, terutama di masa pandemi.

“Program Kartu Prakerja adalah sebuah inovasi, yang meskipun awalnya dicurigai, tapi kemudian outcomenya menyentuh masyarakat secara langsung. Bahwa ada yang mengharapkan insentif uangnya saja, itu tidak salah juga, pada situasi sulit ini,” papar Denni dalam Webinar Kampung Agustusan Program Kartu Prakerja bertema “Tangguh dan Tumbuh Meraih Mimpi, Temukan Potensi Diri”, Minggu (15/8).

Selain Denni Purbasari, webinar ini menghadirkan tiga narasumber lain yakni Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, entrepreneur dan motivator Merry Riana, serta CEO Paragon Technology and Innovation Salman Subakat.

Denni menguraikan, sepanjang tahun 2020 terdapat 66 juta pendaftar Program Kartu Prakerja dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 5,5 juta ditetapkan sebagai penerima yang tersebar dalam batch pertama hingga batch kesebelas. Di tahun yang sama, sebanyak Rp 13,36 triliun insentif sudah disalurkan.

"Pada Semester I tahun 2021, terdapat 2,7 juta penerima kartu prakerja yang tersebar dari gelombang ke-12 hingga ke-17 dan sebanyak 98 persen penerima sudah menyelesaikan pelatihan serta sebanyak Rp 6,53 triliun insentif sudah disalurkan," papar doktor ekonomi lulusan University of Colorado at Boulder, Amerika Serikat ini.

Berbagi inspirasi kisah hidupnya di webinbar ini, Denni juga menekankan pentingnya memahami ‘purpose’ atau tujuan utama dalam hidup, yang akan menuntun diri kita mencapai keberhasilan.

“Saat dihajar kiri kanan di awal menjalankan program Prakerja, awalnya saya merasa gentar juga. Saya tidak punya siapa-siapa, tidak ada backing politik juga. Saya hanya seorang pembelajar yang merangkak dari bawah dan berusaha berbuat baik untuk masyarakat banyak,” kenangnya.

Deputi Kepala Staf Kepresidenan 2015-2020 ini berusaha fokus dan percaya pada tujuan hidupnya, juga tujuan utama program Kartu Prakerja, yang lahir untuk memberi bantuan bagi banyak orang.

“Program ini tidak hanya memberi ikan, tapi juga kail. Bahkan, analoginya, Prakerja juga mengajari orang memancing agar dapat menggunakan kail itu,” katanya.

Sementara itu, Sandiga menjelskan beberapa syarat utama yang harus dimiliki untuk menjadi pekerja dan pengusaha sukses. Kunci sukses itu antara lain: punya rekam jejak positif, menjaga kepercayaan, dan memiliki jaringan kuat.

“Bisnis identik dengan trust, dan kepercayaan dibangun dengam rekam jejak yang baik. Di sinilah pentingnya kita menjaga value dan reputasi sebagai karakter utama untuk membangun bisnis,” kata Sandi yang selalu menggaungkan filosofi ‘Empat As’ dalam hidupnya: Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Tuntas, dan Kerja Ikhlas.

Lulusan Wichita State University dan George Washington University ini kemudian berkisah tentang keadaan dirinya yang sempat terpuruk saat terkena pemutusan hubungan kerja di masa krisis moneter 1997. Saat itu ia bingung tak tahu harus berbuat apa. Hampir semua sektor bisnis berada dalam kondisi sulit.

“Ibarat mau melamar kerja ke 10 perusahaan, yang nolak 20 perusahaan. Di sinlah saya menyadari pentingnya dukungan keluarga, feeling yang tepat, serta istilah ‘the power of kepepet’,” kenangnya.

Dengan dukungan modal dari keluarga, ia bertemu sahabat lamanya, dan bersepakat membuat perusahaan penasihat keuangan yang kemudian berkembang pesat melewati masa krisis.

Rekomendasi