Fahri Hamzah Sebut 'Parlemen Sepi': Banyak Partai Tidak Tahu Cara Oposisi, Sibuk Branding

| 31 Aug 2021 17:27
Fahri Hamzah Sebut 'Parlemen Sepi': Banyak Partai Tidak Tahu Cara Oposisi, Sibuk Branding
Fahri Hamzah (Dok. Instagram fahrihamzah)

ERA.id - Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019, Fahri Hamzah melontarkan kritikan pedas kepada partai politik (Parpol) di Parlemen, yang mengaku oposisi terhadap pemerintahan yang sedang berjalan sekarang ini. Padahal, menurut dia, istilah oposisi tidak dikenal dalam presidensialisme, termasuk dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Oposisi presidensial bermuara pada oposisi kongresional atau lembaga perwakilan. Jadi nggak usah teriak oposisi, cukup buktikan suara anda merdeka. Sementara di DPR RI kita kebanyakan satu suara tanpa perbedaan yang nyata," kata Fahri melalui keterangan tertulisnya, Selasa (31/8/2021).

Sebenarnya, menurut Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia itu, oposisi adalah istilah Parlementer. Sehingga fungsi oposisi sebenarnya ada di Legislatif tersebut, sayangya banyak kesalahan memahami oposisi dalam tradisi presidensial.

"Maka, merdekakan mereka (para anggota DPR RI) dari kungkungan 'Daulat Parpol' dan kembalikan 'Daulat Rakyat!' Jadi, banyak partai yang tidak tahu cara oposisi dalam presidensiil. Bicara 'kami oposisi', tapi faktanya Parlemen kita sepi dari orang 'cerewet'. Kalau DPR sepi artinya sesungguhnya oposisi sudah tidak ada. Hanya dengan mengembalikan 'Daulat Rakyat' maka oposisi tegak," ujarnya.

Sekarang, lanjut Fahri Hamzah, ketika semua terasa dihapus dan di-takedown, maka semua nampak bisa dihentikan. Tapi Parpol di DPR RI tidak sadar bahwa konstitusi menjamin adanya fungsi oposisi dan pengawasan.

"Bahwa ada yang tidak bisa dihentikan yaitu mulut Anggota DPR RI yang dijaga imunitasnya. Ketika media massa, media sosial sampai mural bisa dihentikan, harusnya hak bertanya Anggota DPR RI tidak bisa dihentikan oleh siapapun. Satu mulut Anggota DPR RI saja bisa bikin banyak berita apalagi satu fraksi atau partai. Masalahnya mereka juga bingung mau bicara apa?" katanya.

Sebab, jika seorang Anggota DPR lebih taat kepada kabinet, apapun posisi partainya maka dia tidak paham makna kongresional. Tapi seorang Anggota DPR yang partainya di luar kabinet tapi tetap mingkem, lebih sulit dimengerti lagi. Apa guna imunitas dan kekebalan hukum?

"Ini kritik saya kepada partai yang nggak diundang ke Istana kemarin. Mereka sibuk dengan branding 'berada di luar Istana dan Kabinet', tapi nggak paham bagaimana membangun pandangan alternatif dengan menggunakan kekebalan Legislatif DPR. Mereka sama saja sebenarnya," sindir Fahri.

Ditegaskan bahwa peran pengawasan dan oposisi tidak bisa diserahkan kepada masyarakat sipil atau pun partai baru. Rakyat pada dasarnya tidak bebas, terbukti sekarang.

"Tapi suara rakyat di DPR sangat berarti dan dahsyat. Inilah yang harusnya kita fungsikan. Jangan malah sibuk pencitraan. Ayo parpol yang ngaku oposisi aktifkan semua Anggota DPR kalian. Suruh mereka menggonggong lebih keras. Hingga suara rakyat yang tak terdengar menjadi nyaring terdengar. Jewerlah eksekutif di seluruh lini dan jangan bersekongkol dengan mereka. Diam kalian adalah sekongkol!" ucapnya.

Bahkan Fahri menegaskan bahwa tidak berfungsinya sistem pengawasan dan oposisi, tidak bisa disalahkan ke rakyat. Seharusnya mereka para wakil rakyat yang mendapat mandat dan kekebalan sebagai Anggota Legislatif yang harus perang dengan menmanfaatkan hak bertanya, interpelasi, angket bahkan hak menyatakan pendapatmu.

"Saya sudah banyak ceramah soal eksekutif, dalam sistem apapun mereka selalu ingin mengkonsolidasi kekuasaanya, termasuk demokrasi. Makanya pengawasan dan oposisi diperkuat. Mumpung mulut kebal hajar dong. Toh ketua Mahkamah Kehormatan DPR RI kan dari 'oposisi''. Berani nggak?" tantang politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.

Berani itu, tambah Fahri, satu soal. Masalahnya apakah para Anggota DPR yang mengaku oposisi itu mengerti  bahwa suara rakyat dalam jabatan yang disadangnya membuat mereka kuat.

"Ngerti nggak bahwa kalian tidak bisa dibungkam? Ngerti nggak bahwa seharusnya tidak ada batas bagi kebenaran yang kalian bela? Sebab kalau nggak ngerti, ya bisa apa? Kalian telah mereduksi arti oposisi dengan 'tidak kebagian kursi'," pungkas Fahri Hamzah.

Rekomendasi