ERA.id - Kantor Staf Presiden menanggapi maraknya mural yang diduga menyerang Presiden RI Joko Widodo, bahkan belakangan ini menjadi polemik di tengah masyarakat.
Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro dalam siaran pers di Jakarta, Jumat, menyatakan bahwa mural yang ada dugaan menyerang Presiden mencerminkan kekeliruan praktik demokrasi.
"Maraknya mural di fasilitas-fasilitas publik di beberapa kota yang sebagian diduga menyerang Presiden Joko Widodo mencerminkan bahwa ada kekeliruan mendasar dari persepsi dan praktik demokrasi dari para pembuatnya," ujar Juri.
Juri mengajak semua pihak membangun demokrasi dengan kepatuhan hukum, etika, dan estetika demi ketertiban sosial.
Jika kritik dimaknai sebagai bagian demokrasi, menurut dia, tidak boleh mengabaikan elemen-lemen yang mendasarinya, yakni kepatuhan hukum, etika, dan estetika demi menjaga ketertiban sosial.
Dikatakan pula bahwa mural-mural yang sengaja ditebarkan, yang baru-baru ini menyerang Presiden Jokowi Widodo, adalah cermin dari perbuatan yang justru keluar ketiga unsur tersebut karena menganggu ketertiban sosial dan kepatuhan hukum, minim nilai-nilai etika dan estetika.
Ia menegaskan bahwa kritik harus mengandung semangat dan unsur-unsur yang membangun, termasuk memberi solusi atas berbagai permasalahan yang menjadi objek kritikan.
"Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan bahwa dirinya terbuka akan berbagai masukan maupun kritik. Bahkan, tidak akan menempatkan para pengkritiknya sebagai musuh, termasuk para pembuat mural yang menyerang dirinya," kata Juri.
Seperti yang disampaikan dalam Pidato Kenegaraan Presiden pada tanggal 16 Agustus 2021, kata dia, Kepala Negara mengatakan bahwa kritik penting bagi bangsa dan negara.
Presiden menyampaikan terima kasih untuk seluruh anak bangsa yang telah menjadi bagian dari warga negara yang aktif dan terus ikut membangun budaya demokrasi.
Jadi, kata Juri, membuat mural bukanlah sebuah masalah. Akan tetapi, penting diperhatikan apakah mural itu diperbolehkan digambar di tempat publik tersebut. Selain itu, apakah tidak mengganggu kenyamanan masyarakat, kemudian apakah kontennya tidak menyerang pribadi-pribadi orang secara sembarangan.
Ia mempersilakan masyarakat mengungkapkan dan berekspresi untuk membangun demokrasi yang penuh keadaban dan optimisme sebagai bangsa.