ERA.id - Yayasan Sultan Ma'moen Al Rasyid angkat bicara terkait permintaan sekelompok organisasi Melayu yang meminta Wali Kota Medan Muhammad Bobby Nasution merevisi Perwal terkait aturan pakaian adat bagi ASN Pemko Medan.
"Terkait Perwal pakaian adat itu, kami berpendapat mungkin ini yang terbaik. Mengingat Kota Medan ini majemuk dan multietnis," kata Ketua Harian Yayasan Sultan Ma'moen Al Rasyid, Tengku Ma'moon Al Rasjid, Senin (13/9/2021) sore.
Dia menegaskan, meski pun beberapa hari yang lalu beberapa organisasi menyampaikan sikap untuk menolak Perwal tersebut, namun pihak Istana Maimun menyatakan tidak ikut campur. Meskipun kegiatan tersebut kata Tengku Ma'moen Al Rasyid, dilakukan di halaman Istana Maimun.
"Kegiatan tersebut tanpa pemberitahuan, apalagi izin penggunaan Istana Maimoon. Memang Istana Maimoon sering digunakan oleh komunitas-komunitas Melayu. Terutama mungkin karena rasa bangganya terhadap Istana Maimoon, tapi perlu kita ingat bahwa tidak semua kegiatan di sini merupakan aspirasi dari kaum kerabat Kesultanan Deli," ungkapnya.
Ma'moon menegaskan pernyataan kelompok mayarakat Melayu yang meminta Walikota Bobby merevisi Perwal tersebut tidak mewakili kehendak mayoritas masyarakat Melayu, terutama mengatasnamakan Kesultanan Deli.
"Kurang pas kalau permintaannya baju adat Melayu satu-satunya yang Pemko Medan gunakan. Nanti kekhawatiran kita akan menyinggung suku lain, apalagi permintaan ini sampai menampakkan sebuah arogansi," bebernya.
Melayu dan Kota Medan tidak dapat dipisahkan. Bukan karena Perwal ini hilang dari bumi, apalagi Kota Medan.
Wali kota sebagai orang nomor satu di Kota Medan secara tersirat juga menunjukkan rasa hormat dan bangganya sebagai bapak Kota Medan. Yakni yang memiliki suku Melayu sebagai bagian dari sejarah besar terbangunnya Kota Medan. Sehingga menggunakan baju adat melayu ketika mengumumkan perwal tersebut.
Ini membuktikan wali kota memahami dan berusaha menjaga perasaan suku melayu sebagai suku yang memiliki akar sejarah panjang dalam pendirian dan perkembangan Kota Medan.
"Penolakan ini saya rasa juga kurang menjunjung semangat persatuan dan kesatuan serta keberagaman yang bisa hidup berdampingan di Kota Medan. Di mana sedari dulu sudah terbentuk. Terlebih ketika kesultanan Deli pada masa lalu juga memberikan kesempatan dan mengajak bersama-sama semua suku untuk membangun kota Medan," pungkasnya.