ERA.id - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan produsen baterai kendaraan listrik asal China, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL), juga akan melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pabriknya di Indonesia.
"Sementara CATL kita lagi dalam proses. Doakan insya Allah tahun-tahun ini juga sudah bisa kita memulai groundbreaking-nya," katanya dalam konferensi pers daring yang dipantau dari Jakarta dikutip dari Antara, Jumat (17/9/2021).
CATL sendiri berkomitmen untuk melakukan investasi pengembangan baterai kendaraan listrik sekitar 5 miliar dolar AS atau setara Rp72,5 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per dolar AS).
Lebih lanjut, Bahlil mengatakan ada beberapa negara lain yang juga akan masuk di industri serupa. Namun, ia masih enggan mengungkapnya. Ia hanya menyebut ada sekitar enam atau tujuh negara yang akan masuk, termasuk dari Asia Tenggara dan Eropa.
"Jadi ini sekitar enam atau tujuh negara yang akan masuk ke Indonesia. Makanya Indonesia akan kita jadikan sebagai negara pusat produsen baterai mobil. Dalam bayangan saya, ini dalam bayangan, mimpi saya nih, karena kita menguasai bahan baku nikel, harusnya kita paling terbesar," katanya.
Sebelumnya, konsorsium Hyundai yang terdiri atas Hyundai Motor Company, KIA Corporation, Hyundai Mobis, dan LG Energy Solution dengan PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) telah memulai pembangunan pabrik sel baterai senilai 1,1 miliar dolar AS di Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/9) lalu.
Fasilitas sel baterai itu rencananya akan memiliki kapasitas produksi sebesar 10 Giga watt Hour (GwH) sel baterai litium-ion NCMA setiap tahun, yang nantinya akan menyuplai kendaraan listrik produksi Hyundai.
Pabrik sel baterai di Karawang itu ditargetkan akan selesai konstruksi pada September 2022 mendatang dan mulai berproduksi pada 2023.
Pembangunan pabrik sel baterai dengan kapasitas produksi 10 GwH itu merupakan bagian dari keseluruhan rencana proyek baterai kendaraan listrik terintegrasi senilai 9,8 miliar dolar AS (setara Rp142 triliun) yang telah diteken dengan Korea Selatan.