ERA.id - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin akan mewajibkan perempuan di Indonesia melakukan vaksinasi Human Papiloma Virus (HPV) atau vaksin untuk kanker serviks. Hal ini sebagai bagian dari program promotif dan preventif untuk menekan jumlah pasien penyakit katastropik yang selama ini banyak menghabiskan anggaran negara.
Budi mengatakan, kanker serviks merupakan salah satu penyakit yang menyumbang tingginya angka kematian perempuan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan sejak dini.
"Kita tahu ternyata vaksinnya ada untuk cancer serviks. Jadi kita akan wajibkan vaksinasi cancer serviks untuk mencegah agar para wanita Indonesia tidak usah kena cancer di ujung," kata Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (25/1/2022)
Budi mengatakan, pencegahan kanker serviks ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas masyarakat. Selain itu juga mengurangi beban anggaran negara melalui program BPJS Kesehatan.
"Karena mencegah, memberikan vaksinasi anti kanker serviks jauh lebih murah dibandingkan dengan merawat sang ibu atau sang wanita yang terkena kanker serviks nanti sesudah tahapnya lanjut," kata Budi.
Selain itu, Budi juga akan mewajibkan vaksinasi Pneumococcal Conjugate Vaccine (PVC) untuk mencegah pneumonia atau penyakit radang paru-paru dan vaksinasi rotavirus untuk mencegah diare. Dua jenis vaksin ini akan diberikan kepada bayi di bawah dua tahun.
Menurutnya, sangat disayangkan apabila bayi berusia di bawah dua tahun harus mengalami pneumonia maupun diaere. Sebab, pada usia tersebut asupan gizi yang seharusnya membentuk perkembangan otak anak justru teralihkan untuk menangkal infeksi pada tubuhnya.
"Sehingga menyebabkan bayi ini kemungkinan bisa terkena stunting, dan kita ketahui kalau bayi terkena stunting maka hasil penelitian menunjukan IQ-nya turun 20 persen," kata Budi.
"Oleh karena itu, kita berikan pencegahannya dalam bentuk vaksin anti pneumonia dan diare," imbuhnya.
Pada tahun ini, Kementerian Kesehatan juga akan memulai melakukan skrining penyakit katastropik pada masyarakat mulai dari usia bayi hingga dewasa. Diharapkan dengan adanya skrining penyakit katastropik ini dapat mengurangi risiko penyakit dan mengurangi beban terhadap keuangan BPJS Kesehatan.
Budi mengatakan, untuk program promotif dan preventif dalam bentuk skrining ini memerlukan anggaran sebesar Rp1,78 triliun. Menurutnya, angka tersebut jauh lebih murah daripada biaya pengobatan yang harus ditanggung negara. Hal ini sudah didiskusikan dengan BPJS Kesehatan maupun Kementerian Keuangan.
"Jadi anggaran ini agar rakyat hidup lebih sehat, bukan hanya sekedar mengobati yang sakit," kata Budi.
Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan tahun 2020, sejumlah penyakit katastropik menguras anggaran negara hingga triliunan rupiah. Jenis penyakit katastropik yang paling membebani anggaran negara yaitu sakit jantung sebesar Rp10 triliun.
Kemudian disusul oleh penyakit kanker yang membebani anggaran negara sebanyak Rp3,5 triliun, stroke Rp2,5 triliun, dan gagal ginjal Rp2,3 triliun.