Draf Final RKUHP Legalkan Aborsi Bagi Perempuan Korban Perkosaan

| 08 Jul 2022 11:41
Draf Final RKUHP Legalkan Aborsi Bagi Perempuan Korban Perkosaan
Ilustrasi DPR RI (Dok. Antara)

ERA.id - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menyerahkan draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada Komisi III DPR RI pada Rabu (6/7) lalu. Sejumlah pasal dalam draf final RKUHP mengalami reformulasi. Salah satunya menyangkut tentang aborsi.

Pada Pasal 467 disebutkan, seorang perempuan yang melakukan aborsi dapat dikenakan pidana penjara paling lama empat tahun. Namun aturan pidana itu tidak berlaku jika perempuan tersebut merupakan korban perkosaan. Selain itu, seorang perempuan juga tidak dapat dikenakan pidana jika kehamilannya mengalami kedaruratan medis.

Berikut bunyi lengkap Pasa 467 dalam draf final RKUHP:

(1) Setiap perempuan yang melakukan aborsi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban tindak pidana perkosaaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 12 (dua belas) minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

Selain itu, tenaga medis baik dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi kepada seorang perempuan karena perempuan tersebut mengalami kedaruratan medis, maupun korban perkosaan juga tidak akan dikenakan pidana. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 469 ayat (3).

Dalam draf final RKUHP juga mencantumkan Bab Penjelasan mengenai Pasal 467 ayat (2) sebagai berikut:

Pasal 467 ayat (2) Yang dimaksud dengan "Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan", antara lain pemaksaan pelacuran, eksploitasi seksual, dan/atau perbudakan seksual.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjelaskan, pemerinah telah melakukan harmonisasi undang-undang di luar KUHP. Salah satunya mengenai aborsi.

Dalam kententuan aborsi ini, pemerintah mengharmonisasikannya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Adapun dalam draf RKUHP versi 2019, tidak ada pengecualian bagi pelaku aborsi.

Pada Pasal 469 misalnya, disebutkan bahwa setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Apabila orang yang melakukan aborsi tidak atas persetujuan perempuan yang mengandung akan dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun. Kemudian pada Pasal 470 juga ditambahkan jika orang yang mengaborsi kandungan seorang perempuan atas persetujuan juga dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.

Lalu pada Pasal 471 disebutkan bahwa tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, paramedis atau apoteker yang membantu aborsi maka pidana penjaranya akan ditambah satu per tiga.

Rekomendasi