Draf RKUHP: Aborsi Legal bagi Perempuan Korban Pemerkosaan, Maksimal Usia Kandungan 14 Minggu

| 06 Dec 2022 08:43
Draf RKUHP: Aborsi Legal bagi Perempuan Korban Pemerkosaan, Maksimal Usia Kandungan 14 Minggu
Ilustrasi penolakan RKUHP (Antara)

ERA.id - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah merampungan draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tertanggal 30 November 2022. Draf teranyar itu akan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa (6/12).

Sejumlah pasal dalam draf final RKUHP mengalami perubahan. Salah satunya menyangkut tentang aborsi.

Pada Pasal 463 disebutkan, bahwa seorang perempuan yang melakukan aborsi dapat dikenakan pidana penjara paling lama empat tahun.

Namun, aturan pidana tersebut tidak berlaku apabila perempuan tersebut merupakan korban pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual dengan usia kandungan maksimal 14 minggu.

Selain itu seorang perempuan juga tidak dapat dikenakan pidana aborsi jika kehamilannya mengalami kedaruratan medis.

Berikut bunyi lengkap Pasal 463 dalam draf final RKUHP:

Pasal 463

(1) Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 (empat belas) minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

Selain itu, tenaga medis baik dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi kepada seorang perempuan karena perempuan tersebut mengalami kedaruratan medis, maupun korban perkosaan atau kekerasan seksual juga tidak akan dikenakan pidana. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 465 ayat (3).

Dalam draf final RKUHP juga mencantumkan Bab Penjelasan mengenai Pasal 463 sebagai berikut:

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kandungan seorang perempuan. Jika yang diaborsi adalah kandungan yang sudah mati, ketentuan pidana dalam pasal ini tidak berlaku. Tidaklah relevan di sini untuk menentukan cara dan sarana apa yang digunakan untuk melakukan aborsi. Yang penting dan yang menentukan adalah akibat yang ditimbulkan, yaitu matinya kandungan itu.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan”, antara lain, pemaksaan pelacuran, eksploitasi seksual, dan/atau perbudakan seksual.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjelaskan, penambahkan masa kandungan yang ilegal bagi seorang perempuan melakukan aborsi tersenbut mengacu pada batasan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) serta aspirasi dari elemen masyarakat.

"Ini dari 12 minggu, diubah menjadi 14 minggu. Ini berdasarkan usulan dari masyarat sipil termasuk ukuran dari WHO dan ada beberapa masukan," ujar Eddy di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/11).

Adapun dalam draf RKUHP versi 9 November 2022, pada Pasal 463 ayat (2) menyebutkan, seorang perempuan yang merupakan korban pemerkosaan atau kekerasan seksual dapat melakukan aborsi dengan usia kanduangan tidak lebih dari 12 minggu.

Rekomendasi