Apa Itu Bom Bunuh Diri dan Motivasi di Baliknya?

| 07 Dec 2022 21:04
Apa Itu Bom Bunuh Diri dan Motivasi di Baliknya?
Anggota teroris ISIS (Twitter)

ERA.id - Ledakan bom bunih diri terjadi dini hari tadi pukul 08.30 WIB di Polsek Astana Anyar Kota Bandung, Jawa Barat. Peristiwa tersebut bukan pertama yang terjadi, lantas apa itu bom bunuh diri, dan bagaimana bisa seseorang melakukannya?

Dampak Ledakan bom bunuh diri di Bandung (Twitter)

Artikel ini akan membahas pengertian bom bunuh diri yang biasa dilakukan orang-orang dengan beberapa motif. Dilansir dari The President and Fellows of Harvard College, menjelaskan jika penyebab bom bunuh diri terkait dengan aksi terorisme.

Terorisme pada dasarnya adalah perebutan kekuasaan. Strategi teror harus dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan politik—alat untuk mendistribusikan kembali kekuatan politik antara yang "lemah" dan "kuat".

Mengapa Ada Orang yang Melakukan Bom Bunuh Diri?

Terorisme dengan cara bom bunuh diri merupakan lompatan besar bagi teroris. Aksi tersebut setara dengan negara yang menggunakan nuklir dalam perlombaan senjatanya dengan negara lain.

Bahkan teroris yang bermotivasi agama pun tidak kebal dari kebutuhan untuk mengembangkan metode inovatif untuk menghancurkan musuh mereka. Kemudian seperti semua teroris, mereka harus melakukannya dengan dasar yang lebih "hemat biaya".

Perlu diketahui, sekelompok teroris untuk membangun persenjataan nuklir tentu membutuhkan bahan dan laboratorium. Maka dari itu, banyak organisasi teroris yang mempersenjatai pejuang konvensionalnya dengan senjata yang murah melalui teror yaitu bom bunuh diri dengan iming-iming insentif agama.

Jared F. Edgerton, postdoctoral fellow dari Universitas Stanford dalam tulisannya yang berjudul “Who Really Chooses to Become a Suicide Bomber” menjelaskan mengapa orang berpartisipasi dengan sukarela menjadi pelaku bom bunuh diri.

Edgerton melakukan penelitian terkait hubungan sosial anggota ISIS, dengan cara menganalisis data asli dari hampir tiga ribu formulir pendaftaran visa ISIS yang bocor pada tahun 2016 oleh mantan tentara ISIS yang kecewa.

Formulir pendaftaran anggota ISIS tersebut berisi daftar dua puluh tiga pertanyaan, yang kemudian diisi oleh setiap relawan ISIS yang baru ketika memasuki Suriah.

Para milisi baru ditanya kota asal dan negara mereka, nama anggota keluarga, yang merekomendasikan mereka bergabung, dan tanggal masuk mereka, serta apa yang ingin mereka lakukan untuk ISIS.

Pada pertanyaan terakhir, relawan bisa memilih menjadi pelaku bom bunuh diri, tentara, atau pegawai administrasi. Dengan menggunakan jawaban para milisi terkait asal usul mereka dan siapa orang yang merekomendasikan, Edgerton dapat merekonstruksi jaringan sosial keluarga dan rekan dari setiap anggota baru dan mencocokkan data tersebut dengan pekerjaan mereka.

Hasilnya sungguh mengejutkan, para relawan dengan anggota keluarga dan teman sebaya yang menjadi sukarelawan untuk misi bunuh diri (dengan mempertahankan karakteristik demografis lainnya) lebih mungkin untuk secara sukarela menjadi pelaku bom bunuh diri.

Edgerton mengungkapkan temuan lain terkait para pelaku bom bunuh diri. Berikut beberapa di antaranya:

●        efek memiliki lebih banyak anggota keluarga dan teman sebaya yang secara sukarela menjadi pelaku bom bunuh diri, karakteristik lain terkait dengan mobilisasi pelaku bom bunuh diri hanya memiliki korelasi kecil atau bahkan negatif.

●        Pendidikan tidak memiliki efek yang terlihat pada pelaku bom bunuh diri

●        Pengangguran dan religiositas keduanya memiliki hubungan negatif dengan kemungkinan seorang pejuang akan secara sukarela menjadi pelaku bom bunuh diri

●        Keluarga, teman, teman sebaya, dan ikatan sosial lainnya jauh lebih penting untuk memahami pola kekerasan politik di kalangan relawan ISIS daripada karakteristik individu mereka.

Sementara itu, Professor Robert Pape dari University of Chicago penulis Dying to Win: The Strategic Logic of Suicide Terrorism, telah melakukan penelitian paling mendalam tentang motivasi pelaku bom bunuh diri.

Dilansir dari The Guardian, Robert Pape menguraikan temuan studinya yang mengungkapkan tentang 462 bom bunuh diri di seluruh dunia kepada 50 kepala anti-teroris FBI.

Kesimpulan utama dari penelitian Pape adalah bahwa bom bunuh diri bukan tentang fundamentalisme agama daripada keluhan sekuler atau politik.

Pape menjelaskan jika ada premis yang salah dalam strategi perang melawan terorisme, yaitu bahwa terorisme bunuh diri dan khususnya terorisme bunuh diri didorong oleh ideologi jahat fundamentalisme Islam.

Bom Bunuh Diri Bukan soal Agama

Namun, faktanya sejak tahun 1980, serangan teroris bunuh diri dari seluruh dunia lebih dari setengahnya adalah bersifat sekuler. Lebih dari 95% dari serangan bunuh diri di seluruh dunia bukan soal agama, tetapi tujuan strategis tertentu.

Pape mengambil contoh serangan bom bunuh diri yang dilakukan organisasi teroris Al-Qaeda. Serangan bom bunuh diri dilakukan Al-Qaeda untuk memaksa demokrasi modern menarik pasukan militer dari wilayah yang dipandang teroris sebagai tanah air atau hadiah besar mereka.

Faktanya, inti dari logika strategis Al-Qaeda yang memaksa Amerika Serikat dan negara-negara barat untuk meninggalkan komitmen militer di semenanjung Arab.

Menurut Pape kehadiran pasukan barat di wilayah Arab adalah sesuatu yang jarang terjadi pada tahun 1970-an atau 80-an, yang membuat marah orang-orang (yang kemudian dicap gerakan ekstremis).

Selain Apa Itu Bom Bunuh Diri, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu ingin tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman

Rekomendasi