Pandemi COVID-19 dan Renungan Hari Merdeka

| 13 Aug 2021 11:31
Pandemi COVID-19 dan Renungan Hari Merdeka
Wakil Ketua DPD RI Mahyudin (IST)

          Oleh: Dr. H. Mahyudin. ST., MM (Wakil Ketua DPD RI)

Hari ini, tepat tujuh puluh enam tahun yang lalu para pendiri bangsa memproklamirkan kemerdekaan dalam situasi yang penuh dengan keterbatasan.

Karena semangat juang yang tak kenal lelah dan Ridha Allah SWT semua itu dapat terwujud.

Dengan usia yang tidak lagi terbilang muda itu, bangsa ini sudah seharusnya mencurahkan energi dan pikiran untuk membangun semua aspek kehidupan mengejar ketertinggalan agar dapat berdiri dengan tegak sejajar dengan bangsa lain, dan tidak lagi berkutat pada persoalan-persoalan klasik yang seharusnya sudah selesai sejak kemerdekaan itu dikumandangkan.

Karena itu pula sejak awal pemerintahan, Presiden Jokowi sangat fokus memperbaiki dan membangun infrastruktur jalan dan jembatan untuk membuka daerah terisolir dan mempercepat arus barang dan jasa, mempermudah investasi untuk membuka lapangan kerja, membangun bendungan dan irigasi untuk serta mencetak areal pertanian untuk meningkatkan produksi pangan, meningkatkan kualitas SDM dengan medorong riset yang mampu memberi nilai tambah serta  menolarkan kebijakan BBM satu harga dari sabang sampai merauke demi terwujudnya rasa keadilan .  

Namun dipenghujung tahun 2019, ditengah pemerintah telah merampungkan program untuk pembangunan tahun berikutnya tersiar kabar nunjauh dari negeri tirai bambu, tepatnya di Wuhan yang merupakan ibukota provinsi Hubei telah lahir mahluk baru yang dinamai corona virus (Covid-19). Kabar itu begitu menyentak bagai petir disiang bolong, Covid-19 dengan cepat menyebar ke seantero negeri(Pandemi Covid-19), hinggap pada manusia sesukanya sebagai inang untuk tumbuh dan berkembang, tidak menengenal suku/ras,warna kulit, pejabat ataupun masyarakat biasa, kaya ataupun miskin dan tidak peduli dengan penganut agama apapun.

Dalam sekejap covid-19 menjadi monster yang menakutkan, menjelma menjadi mesin pembunuh yang paling efektif dan mematikan dalam sejarah peradaban umat manusia. Data Worldometers pertanggal 10 gustus 2021 menunjukkan jumlah korban kematian akibat pandemi Covid-19 mencapai 4.181.915 orang. Hebatnya lagi covid-19 dapat dengan cepat bermutasi dalam berbagai varian dengan derajat inveksius yang lebih tinggi.

Kehadirannya memberi dampak yang luas dan massif serta meluluh lantakkan sendi-sendi kehidupan global. Parahnya lagi, ditengah inviltrasi covid-19 tidak ada satu negarapun yang punya pengalaman mengatasinya. masing-masing negara mengeluarkan kebijakan preventif untuk menghambat laju penularan sesuai dengan eskalasi dengan merujuk pada standar protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh World Health Organication (WHO).

Di awal tahun 2020, Covid-19 terdeteksi pertama kali menginjakkan kaki di bumi pertiwi, pemerintah dengan sigap hadir memberikan keyakinan dan memastikan negara siap menghadapinya dengan mengkategorikannya sebagai bencana non alam. Karena memang demikianlah seharusnya negara harus memberi perlindungan dan rasa aman pada warga negara.

Dalam perjalanan penanganan pandemi covid-19 berbagai kebijakan dikeluarkan mulai dari pencegahan berupa physical distancing, social distancing, 3 M (memakai maker, mencuci tangan dan menjaga jarak), pengadaan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyrakat (PPKM) serta pengadaan vaksin untuk mempercepat vaksinasi demi terwujudnya herd immunity. Di bidang ekonomi dan perlidungan sosial, kebijakan hadir dalam bentuk program pemulihan ekonomi nasional dengan berbagai variannya.  

Upaya pemerintah menangani vandemi covid-19, juga dipersenjatai dengan lahirnya undang-undang No 2 tahun 2020 yang memberi ruang bagi pemerintah untuk dapat mengubah postur melalui refokusing anggaran untuk mendukung kebijakan yang dapat dengan cepat berganti dan sangat dinamis sesuai dengan kondisi dan eskalasi penyebaran covid-19, perlu dicatat pilihan-pilihan kebijakan yang diambil itu demikianlah sulit bagai menelan pil kina yang sungguh pahit.

Di tengah kerja keras pemerintah mencegah dan menghambat laju penyebaran covid-19 dengan memobilisasi segala potensi yang dimiliki, tidak luput dari kritikan, masukan, saran dan pendapat dari berbagai kalangan yang saling bersahutan bagai katak di musim hujan yang tentunya perlu diperhatikan sebagai masukan untuk perbaikan kebijakan selanjutnya. Namun ada juga sebagian dari kita memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, mengais rezeki  dengan menimbun dan memperdagangkan berbagai kebutuhan penanganan covid-19.

Kita menjadi geram karena mendapati penjualan masker dengan harga melangit, penjualan tabung oksigen dengan harga membumbung, penjualan obat penangkal covid-19 dengan harga yang tak terkira  dan mengutak atik harga peti mati untuk pemulasaran jenazah korban covid-19. Kitapun menjadi marah karena mendapati kabar dan berita berseliweran dijagat maya yang berisi hasutan ketidak percayaan penangan covid-19, yang membuat masyarakat semakin ragu dan bertambah bingung.

Hati kita miris mendapati pejabat negara setingkat menteri harus duduk dikursi pesakitan sebagai terdakwa atas didugaan korupsi bantuan sosial untuk simiskin. Hati kita bagai tersayat sembilu mendapati seorang bupati harus berurusan dengan penegak hukum karena diduga menilap anggaran pengadaan (APD) yang diperuntukkan untuk tenaga kesehatan di daerahnya. Sungguh mereka bagai menari diatas penderitaan si miskin dan papa yang bertarung nyawa menyambung hidup demi untuk bertahan hidup dalam tekanan dan himpitan.

Di titik inilah kenangan dan kisah heroik tujuh puluh enam tahun yang lalu itu kembali hadir, bangsa ini pernah terperangkap dalam kubangan penjajahan demikina lama. Kesadaran akan senasib sepenanggungan memberi energi besar lahirnya jiwa patriot, kebersamaan dan kegotongroyongan menjadi senjata ampuh dalam memobilisasi segenap potensi untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan itu.

Gotong royong itu, lahir dari rahim ibu pertiwi tumbuh dan berkembang secara alamiah dalam masyarakat, gotong royong itu intisarinya Pancasila, yang seringkali kita ucapkan dan perdengarkan sebagai warisan luhur bangsa ini dan gotong royong itu yang oleh Soekarno disebut sebagai “pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjoangan bantu binantu bersama, amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagian semua, holopis kuntul baris buat kepentingan bersama!” Itulah gotong royong

Masihkah ada gotong royong itu?,  karena seharusnya dalam perkara inilah kita saling menguatkan, bergandengan tangan, melangkah bersama, berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing, dalam urusan ini pula seharusnya rasa empati dan kasih pada sesama dipertaruhkan.

Momentum ini menggugah  pribadi kita masihkah gotong royong bersemayam dalam sanubari ataukah hanya tinggal sebagai cerita penghantar tidur anak cucu kita kelak dihari nanti.

Dirgahayu Indonesiaku, Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh

Tags : dpd mahyudin
Rekomendasi