Pasar Senen, Warisan Era Kolonial
Pasar Senen, Warisan Era Kolonial

Pasar Senen, Warisan Era Kolonial

By Wilson Septrudy Purba | 11 Jul 2018 14:39
Jakarta, era.id - Pada tahun 1648 pemerintah kolonial Belanda memberikan sebidang tanah yang cukup luas kepada Anthony Paviljoen di bilangan Pasar Senen, Jakarta. Namun pada tahun 1733, tanah itu dijual kepada Justinus Vinck dengan harga 39.000 ringgit. 

Melihat perekonomian Batavia yang kala itu sedang maju, Vinck pun berkeinginan mendirikan sebuah pasar. Dia pun mengajukan surat permohonan pendirian pasar di atas tanah miliknya kepada pemerintah Belanda saat itu. 

Gayung bersambut, permohonan Vinck untuk mendirikan pasar pun disetujui. Hal itu termaktub dalam surat keputusan Gubernur Jenderal Abraham Patras pada 30 Agustus 1735, yang kemudian dijadikan rujukan sebagai awal berdirinya Pasar Weltervreden yang kini dikenal dengan Pasar Senen. 

Dalam surat izin dicantumkan mengenai hari pasaran. Pasar Weltervreden mendapat hari beroperasi setiap hari Senin. Secara umum pasar-pasar di Batavia memiliki izin beroperasi sehari dalam sepekan. Pasar Senen dibuka di sudut tenggara perkebunan Weltervreden dan di barat jalan Groote Zuinderweg. Pasar ini juga berkembang ke sisi timur Jalan Pasar Senen yang bukan bagiannya. 

Sepeninggal Justinus Vinck, pada 1767 Pasar Weltervreden diambil alih oleh Gubernur Jenderal Van der Parra dengan berbagai perubahan baru. Ia menambahkan kios dan bangunan di dalam pasar, yang sebelumnya berjumlah 288 petak bangunan menjadi 367 petak bangunan. Harga sewa yang dikenakan kala itu sebesar 4 ringgit. 

Selain itu, ia juga menambahkan hari beroperasi pasar yang mulanya hanya hari Senin, ditambah pada hari jumat. Pasar Senen pun tumbuh dan berkembangan pesat di luar dari dugaan. Kemajuan tersebut rupanya berdampak positif dan negatif bagi sekitar. 

Dampak postif pesatnya pertumbuhan Pasar Senen yakni dengan dibuatkan sebuah stasiun kereta pada 1916 oleh Staats Spoorwegen, guna mempermudah jangkauan bagi pengunjung Pasar Senen dan masyarakat sekitar. Namun, dampak buruknya pasar menjadi padat dan kumuh. Sanitasi pun tidak berjalan sempurna, akibat kebiasaan buruk membuang sampah ke saluran secara sembarangan. 

Pada 19 Juli 1926 wilayah Pasar Senen mengalami kebakaran yang menyebabkan semua pertokoan di dalamnya habis terbakar, karena toko-toko dibangun dengan material bambu dan papan. Setelah peristiwa tersebut, pemerintah Kotapraja Batavia membangun kawasan pasar kembali dengan menggunakan bahan-bahan yang permanen seperti batu dan bata yang besar guna menciptakan tembok yang tebal-tebal.

Gaya bangunan renovasi Pasar Senen sendiri sebagian besar bergaya campuran Cina dan Kolonial. Proyek renovasi ini menghabiskan dana sebesar f.139.582,02. Toko dan kios di Pasar Senen tersebut umumnya dimiliki oleh orang-orang Cina yang digunakan tidak hanya untuk berdagang saja melainkan juga sebagai tempat tinggal bersama keluarganya. 

Pada Oktober 1926, di Batavia terjadi suatu perubahan administratif dari gemeentle menjadi stadsgemeente yang bertujuan untuk mengembangkan kota Batavia semakin pesat. Untuk menambah pundi-pundi pemasukan, staadsgemeente membentuk berbagai dinas dalam bentuk perusahaan, seperti perusahaan pasar yang ditetapkan melalui peraturan daerah.

Kehadiran staadsgemeente memberikan dampak yang cukup besar bagi pembangunan Pasar Senen yakni dengan meningkatnya jumlah pedagang baru. Komoditas barang dagangan yang dijual mulai semakin bermacam-macam dan toko-toko mulai dipisahkan sesuai jenis barang dagangannya.

Para pedagang Cina juga mulai mengembangkan dagangannya, yang awalnya hanya menjual sayur mayor dan kelontong, kini merambah menjual emas. Begitupula dengan pedangan pribumi yang kebanyakan berjualan sebagai pedagang kaki lima. 

Tags : vistory
Rekomendasi
Tutup