Jadi Lokasi Ledakan Bom, Ini Fakta Gereja Katedral Makassar, Tempat Ibadah Umat Katolik Tertua di Sulawesi Selatan

| 28 Mar 2021 12:08
Jadi Lokasi Ledakan Bom, Ini Fakta Gereja Katedral Makassar, Tempat Ibadah Umat Katolik Tertua di Sulawesi Selatan
Gereja Katedral Makassar pada 1900-1919. (Foto: Tropen Museum)

ERA.id - Insiden ledakan yang diduga bom terjadi di sekitar Gereja Katedral, Jalan Kajaolalido, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Minggu (28/3/2021) sekitar Pukul 10.30 WITA.

Di lokasi ledakan bom bunuh diri yang terletak di pintu gerbang Gereja Katedral itu ditemukan potongan tubuh dengan kondisi mengenaskan, badannya hancur beserta sepeda motor yang dikendarainya.

Hingga berita ini diturunkan, belum diketahui pasti siapa pelaku, korban jiwa, kerugian, hingga motivasi yang dilakukan terduga teroris tersebut. 

Lokasi ledakan bom bunuh diri di pintu gerbang Gereja Katedral Makassar, Sulsel, Minggu (28/3) pagi (ANTARA/HO/Warga)

Namun, ada sejumlah fakta menarik dari Gereja Katedral Makassar yang jarang diketahui. Salah satunya bahwa Gereja Katedral Makassar atau yang dahulu bernama Gereja Katedral Ujung Pandang adalah gedung gereja tertua di kota Makassar dan di seluruh wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Gereja dengan nama resmi Gereja Hati Yesus Yang Mahakudus itu didirikan pada 1898 pada permulaan tahap kedua kehadiran Gereja Katolik di Makassar, demikian dikutip dari Wikipedia.

Sejarah berdirinya Gereja Katedral Makassar bermula saat singgahnya tiga orang pastor dan misionaris dari Portugal, yaitu Pastor Antonio do Reis, Cosmas de Annunciacio, Bernardinode Marvao, dan seorang bruder pada tahun 1525.

Namun baru pada 1548 Pastor Vincente Viegas datang dari Malaka dan ditugasi di Makassar. Di sana dia melayani para saudara Portugis yang Katolik serta beberapa raja dan bangsawan Sulawesi Selatan yang juga telah dibaptis menjadi Katolik.

Raja Gowa yang pertama memeluk Islam, yaitu Sultan Alauddin (1591–1638 serta beberapa raja penggantinya memberikan kebebasan kepada umat Katolik untuk mendirikan Gereja pada 1633.

Namun gejolak politik antara VOC dan orang-orang Portugis menyebabkan para rohaniwan Portugis tersingkir dari Makassar. Jatuhnya Malaka ke tangan VOC dan perjanjian Batavia 19 Agustus 1660) menyebabkan Sultan Hasanuddin diharuskan mengusir semua orang Portugis dari Makassar (1661). 

Sultan pun mengatur dengan baik keberangkatan orang-orang Portugis. Bruder Antonio de Torres yang mengasuh sebuah sekolah kecil untuk anak laki-laki meninggalkan Makassar pada 1668. 

Sejak itu selama 225 tahun, tidak ada pastor yang menetap di Makassar. Orang-orang Katolik yang masih ada hanya sekali-sekali dilayani dari Surabaya atau Larantuka.

Pada 1892, Pastor Aselbergs, SJ, dipindahkan dari Larantuka menjadi Pastor Stasi Makassar (7 September 1892) dan tinggal di suatu rumah mewah di Heerenweg (kini Jalan Hasanuddin). Pada 1895 dibelilah sebidang tanah dan rumah di Komedistraat (kini Jl. Kajaolalido), lokasi gedung gereja sekarang. 

Gereja dibangun pada tahun 1898 selesai 1900; direnovasi dan diperluas pada tahun 1939, selesai pada 1941 dengan bentuk seperti saat ini.

Pada 13 April 1937 wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara dijadikan Prefektur Apostolik Makassar oleh Sri Paus di Roma, dan dipercayakan kepada misionaris CICM, dengan Mgr. Martens sebagai prefek.

Pada tanggal 13 Mei 1948 menjadi Vikariat Apostolik Makassar, dan tanggal 3 Januari 1961 menjadi Keuskupan Agung Makassar.

Rekomendasi